Hey Kamu, Bolehkah saya menyapamu seperti itu ?
Selamat Siang, Sore ataupun Malam
Bagaimana pun kabarmu dihari yang cerah ini, semoga kamu sedang ditemani secangkir susu dan segala aktivitasmu. Disini, Aku sangat Bergembira.
Boleh kah aku bertanya, Bagaimana rasanya membaca surat ini ?
semoga pertanyaan ini tidak terlalu keterlaluan. Dan sepertinya ini pertanyaan yang biasa saja. Jangan terlalu menganggap ini serius toh ini hanya sekedar surat. Surat yang bahkan tidak perlurepot-repot untuk dibalas. Lagipula aku tidak mengamini sebuah pantun lama ini "empat kali empat sama dengan enam belas, sempat tidak sempat harus dibalas".
Oh ia sebelumnya, Selamat Ulang Tahun Kelak
Ini adalah surat yang sedikit prematur, meski begitu aku tetap ingin mengucapkannya "Selamat Ulang Tahun, sekali lagi", semoga keprematuran ini akan menjadi sesuatu yang kau ingat.
Sebenarnya aku ingin menyuratimu dengan pena dan kertas. lalu gulungannya kuselipkan di kaki merpati hingga sampai di depan jendela tempat kau membaca surat ini. Atau dibawah pohon, saat kau duduk dengan handphone digenggaman kananmu dan amplop surat cinta dari orang lain di tangan kirimu. Tapi aku mau cepat, secepat mungkin. Kalau bisa sebelum Handphone mu berdering lalu kau membuka amplop surat cinta itu.
Suatu hari pada sebuah malam yang ramai dan lalu lalang kendaraan banyak berseliweran dihadapan kita. Tak ada percakapan walaupun berhadapan. Tak ada obrolan walaupun berada bersisian, maka maafkan saja jika surat ini kemudian menjadi asal-asalan. Asal sampai ketempatmu, Asal terkumpul kata-kata yang sekedar cukup indah pun tidak, karena kalau keberikan lembaran kosong aku akan membuatmu kesulitan menebak.
Hey kamu sebenarnya saya ingin membisikkanmu sebuah cerita. Jangan beritahu siapa-siapa yah, JANJI ?
Begini, seperti Tumbra yangsuka berbicara dengan pohon, saya pun suka berbicara dengan pohon. Oke mungkin saya sebut saja tanaman karena masih terlalu kecil. serius ini serius. Kamu jangan tersenyum apalagi bingung.
Jadi, setiap pagi sebelum memulai aktivitas, tanaman tersebut saya ajak ngobrol, kadang saya beri air jika mereka sedang dehidrasi. Oh, dan setelah itu saya senyum-senyum sambil dadah-dadah melambaikan tangan ke mereka. Selintas kadang saya melihat mereka pun melambaikan tangan, maksud saya dedaunan. Kadang pula saya merasa mereka mentertawakan saya dari belakang, mungkin mereka menganggap saya gila. tapi saya tidak peduli, saya tetap pergi menutup pintu dan meninggalkan mereka dalam kesunyian. Aku selalu yakin bahwa tanaman-tanaman tersebut tidak betul-betul sendiri, selalu saja ada angin bahkan cahaya yang menemani. Hal itu membuat harapan tanaman itu terus hidup. Namun lamaberselang tanpa kehadiranku memberikan air disaat mereka dehidrasi, dedaunan tanaman tersebut berguguran satu per satu. Awalnya daun-daun tersebut berubah menjadi cokelat dan tetap menempel pada rantingnya. Namun membuat mereka lama menunggu akhirnya mereka memutuskan untuk pergi dan gugur dalam pelukan tanah.
Dan ketika senja menjelang, aku pun pulang dan berharap dapat menemui dedaunan itu lagi, tapi ternyata mereka telah pergi menentukan jalannya dan enggan menunggu keterlambatanku. Dan aku hanya bisa diam menatapi tanaman tersebut. Sesuatu yang diawali dengan senyuman pun harus diakhir dengan tatapan kosong. Sekian
Oh ia, sebelum ku semakin terlambat, Ini ada sebuah sajak untukmu.Sengaja aku tak menuliskan tanggal dan usia ulang tahunmu. Hal ini semata-mata agar kelak kau dapat membaca sajak ini berulang-ulang pada saat hari yang mengulang tahunmu.
Sajak Dihari Ulang Tahun
Seorang Wanita yang beruntung lahir dari rahim ibunya
Kau mungkin seorang bayi yang lebih lambat lahir dariku
Maka aku sajikan satu buah sajak
Agar sampailah ketika nanti di hari ulang tahunmu
Aku bisa bertemu dengan seorang wanita yang beruntung
Karena pernah menghuni rahim ibunya
Meskipun hanya lewat sajak ini
Salam,
Demikian satu sajak yang tiba-tiba kutulis bersamaan dengan surat ini
09 April
Ditemani tumpukan paper yang menggila
0 komentar:
Posting Komentar