life is a big joke

Jangan biarkan ide muw usang dimakan waktu, tuangkanlah dalam goresan tinta keabadian.....

Andai semua berlaku lurus

Minggu, 30 Oktober 2011


Hidup terlalu murah jika ingin dilewati seperti hari kemarin

Suatu bangsa hanya akan dihargai oleh rakyatnya ketika kebutuhan mereka dapat terpenuhi; baik itu pangan, sandang, maupun jaminan hidup dalam ketentraman. Indonesia hari ini masih saja berkutat pada lingkaran yang seharusnya dapat teratasi jika para pemimpin negeri ini tidak cukup puas dengan pikiran mereka sendiri; mensejahtrakan keluarga, menyekolahkan anak sampai pada jenjang tertinggi, serta membekali mereka dengan uang saku masa depan.

Masih hangat dibenakku cercaan kata seorang Dom Helder Camara :
“ketika akau memberikan makanan kepada orang yang sedang kelaparan, maka aku dianggap sebagai malaikat, dan ketika aku Tanya siapa penyebab dari semua ini ? mereka menuduhku komunis..”

Dari sekian ratus masyarakat yang hidup bernaung dibawah bhineka tunggal ika 5% diantaranya hidup dalam golongan rulling class, 20%  masih berkutat pada middle class, dan 75% mayoritasnya adalah para pekerja buruh atau lebih dikenal working class.  Bangsa Indonesia memmpunyai rentetan sejarah dalam merebut dan mempertahankan kedaulatannya., dari sabang sampai merauke bahu-membahu bersatu dalam merah putih. Namun dewasa ini  semangat kebersamaan itu tak dapat lagi kita temui, terutama para apparatus bangsa. Entah apakah mereka terlalu pintar atau rakyatnya yang terlalu bodoh hingga kebijakan politik luar negeri ini lebih berkiblat pada ekonomi makro; industri yang menguntungkan para pemodal, anak-anak apparatus bangsa, serta lain sebagainya. Bumi nusantara yang konon kabarnya kaya akan sumberdaya alamnya tidak dapat dinikmati oleh anak cucu bangsa ini yang terlahir dari keluarga middle class dan working class

Pemimpin bangsa ini beserta jajarannya seringkali membusungkan dada ketika mendengar suara sumbang yang mengatakan bahwa pendapatan per kapita bangsa ini salah satu yang terbaik di Asia, bahkan didunia. Mereka tidak sadar bahwasanya itu semakin memperuncing jarak kesehjateraan anak bangsa yang satu dengan yang lainnya. Belum lagi habis membahas tentang bobroknya negeri ini, rakyat lagi-lagi harus menerima kenyataan pahit permainan sulap para punggawa bangsa ini. Hukum diperjual belikan, tak ada uang dalam menyelesaikan perkara maka “ngandang” sesuatu yang pasti. Hal ini tidak berhenti sampai disitu, fasilitas  “ngandang” pun lagi-lagi ditentukan oleh uang. Bagi mereka yang menyedekahkan uangnya buat para tikus-tikus kantor (ala bang iwan) tentu akan mendapatkan fasilitas bak hotel bintang lima. Hal ini berbanding terbalik dengan mereka yang tidak mempunyai  benda sakral itu; uang. Penindasan fisik dan psikis akan menjadi rutinitas sehari-hari yang tak terhitung perihnya. 

Alangkah lucunya negeri ini, semakin tinggi jenjang pendidikan yang pernah diemban, semakin tinggi pula status social yang akan ia peroleh. Hasil dari pendidikan itu juga akan menentukan dia  aka nada dikelas sosial mana, rulling class, middle class atau worker class ? namun sayangnya ketimpangan ini lagi-lagi dikebiri dengan hadirnya RUU 66 saudara seperjuangan BHP yang hendak mencabut subsidi pendidikan bagi rakyat kecil. Mencerdaskan kehidupan bangsa dalam UUD 45 mungkin dan pasti akan direvisi oleh apparatus negeri ini. Eksklusivitas endidikan ini juga akan berlanjut pada eksklusivitas lainnya, karena dari sinilah semua masalah berakar. Karena pendidikan tidak merata, akhirnya perbedaan status social antara juga akan semakin meruncing. Dan kemudian yang menjadi parameter seseorang dalam status social dinegeri ini adalah latar belakang pendidikannya; setinggi apa jenjang pendidikannya dan dimana ia mendapat pendidikan itu, dalam atau luar negeri ?. semakin tinggi pendidikan yang kita dapatkan maka semakin tinggi pula penghasilan pekerjaan yang akan kita dapatkan, dan sebaliknya. Sementara pendidikan sendiri masih diskriminatif; parameter mendapatkan pendidikan dilihat dari bisa atau tidaknya kita membayar biayanya.

Aparatus negeri ini begitulah adanya,  presentase rakyatnya yang menunjukkan 70% sebagai working class; yang mengandalkan hidupnya hanya dari otot dan bumi pertiwi. Buruh dan Petani merupakan mayoritas penduduk negeri ini, namun pemerintah tidak dapat bercermin dari itu, malah mengeluarkan kebijakan yang mendiskriminasi mereka dan lebih pro dengan kebijakan pasar.

Sejarah suatu bangsa adalah sejarah tentang pangan; bagaimana mereka mempertahankan kedaulatan pangannya, begitu pula bangsa ini. Kebijakan pro pasar seolah-olah membutakan mata mereka akan mayoritas penduduk negeri ini.  Tanah merupakan sumber kehidupan, namun diatasnya telah dibangun gedung-gedung pencakar langit, mal, bahkan di ibu kota pun telah menjadi hutan beton abad 21. Penderitaan petani pun kian bertambah ketika pemerintah tak dapat lagi membayar utang luang negerinya, (utang yang seyogyanya digunakan sebagai modal pembangunan bangsa ini justru menjadi modal pembangunan asset-aset kekayaan para apparatus negeri ini) konsekuensinya investor bebas melancarkan investasi lewat perusahaan multinasional. Parahnya lagi  perusahaan-perusahaan multinasional yang berkiprah dinegeri ini sangat betah untuk berlama-lama mengeruk kekayaan bangsa ini; selain bisa member upah rendah pada buruh, juga untuk meminimalisasi, bahkan memotong biaya  kirim dari Negara mereka kenegara kita, sebab perusahaan itu sudah berdiri dan membuat pabrik dinegeri ini.

Jika dulu negeri barat melakukan penjajahan ekspansi ekonomi dengan penjajahan fisik, sekarang lebih kepada psikis.  Kolonialisme barat yang dulunya merampas sumber daya dinegara jajahan dan membawanya kenegera sendiri, kemudian diproduksi lalu dijual kembali ke Negara lain, sekarang mereka bisa memotong biaya transportasi dengan memproduksi dinegara konsumen. Dengan upah buruh murah tentunya perusahaan multinasional jauh lebih senang memproduksi barangnya dinegara konsumen, bayangkan saja jika dinegara perusahaan itu upah buruhnya dibayar berdasarkan jam kerja dan mata uang yang berlaku dinegaranya, sedangakan dinegara konsumen, upah buruhnya dibayar per bulan ataupun per hari dengan nilai tukar mata uang yang lebih rendah. Produksi-produksinya pun kemudian mendapatkan grade A, yang kemudian sebagian besar akan dipasarkan ke Eropa, AS, China, dan Jepang, maka buruh pun secara tidak langsung akan terhegemoni sekaligus teralienasi oleh sistem yang dibuat-buat oleh para pemimpinnya.

Berbicara mengenai keadilan, mungkin hal ini akan sangat kontras dari keadilan. Sebagaimana demagogis yang dirancang oleh para penguasa. Misalnya, jikasanya mahasiswa, rakyat, petani, buruh dll melakukan aksi unjuk rasa yang berujung bentrok dengan apparatus Negara dalam hal ini aparat kemanan, maka doktrin public yang akan dikeluarkan dimedia massa yakni tindakan anarkis, , ketika aparat keamanan melakukan tindak kekerasan yang seringkali melanggar HAM dengan menimbulkan banyak korban jiwa maka hal ini kemudian akan disebut dengan penertiban, dan parahnya lagi ketika pemerintah melakukan penggusuran tanah rakyat maka hal ini kemudian akan digaris-luruskan dengan sebutan pembangunan.

Jika keadaan seperti ini  dibiarkan secara terus menerus maka ketimpangan akan bertambah parah. Mereka yang kaya akan bertambah kaya, yang miskin tidak akan pernah punya kesempatan keluar dari kungkungan kemiskinan. Pemimpin negeri ini selalu berpolitik untuk memikirkan kesehjateraan, dan pada akhirnya mereka pun jadi kelaparan berpolitik.


Andai semua berlaku lurus !

Nb: tulisan ini juga dipublikasikan 
di karya tulis menulis indonesia

Belanja

Minggu, 16 Oktober 2011



Lek         $                         ؋
ƒ                     ман                         p.
BZ$                                                $b
KM                                     P
лв
R$
£                                            
               kn
       
                             RD$
Kr                                         ¢
Q       L
HK$          
          Ft                              kr
                          
                               J$
¥

Лв               
Ls                 CHF
Lt                  ден                                      RM
              MT
                             C$
B/.                Gs
S/.
Php            
Lei                                                   руб
Дин.          S
R       NT$
฿                    TT$
YTL                                               $U
Bs                
Z$

Disitulah tak ada  kebahagianku….

MATA



MATA
Seorang dokter mata menguji penglihatn seorang pasien
Dan berkata, baca ini : 
          Z  M   A   N   K   I   T   A

Si Pasien kemudian membacanya:
                                                                                       
Z   A   M   A   N   G   I   L   A


kecil yang membius…..



sepi itu sengit

Selasa, 11 Oktober 2011

Untuk teman yang lagi merasa sepi....

Belajarlah untuk berbicara dengan tembok karena kau akan membutuhkannya hampir di sepanjang hidupmu. sepi itu takkan hilang, dia tak perlu liburan, tak pernah kemanamana.
Kadang ketika kau tak menemukannya, dia ada disitu hanya sedang terlelap setelah menemanimu semalam.

jika kau hanya butuh mendengar dan sedang tidak ingin bercerita, belajarlah untuk mendengarkan tembok bercerita.
Kau harus tenang karena semua yang dikatakannya takkan diulangi dua kali.
Setiap detiknya kata demi kata yang diucapkannya berbeda.
Maka kau harus mendengarkannya dengan sangat serius, suaranya juga agak samar dan seperti berbisik jadi perhatikanlah baikbaik.

kepada aku, yakinlah tak ada, tak ada aku tanpa hari begitupun sepi, tak ada hari tanpa sepi.
Kau hanya perlu menunggunya
tak ada yang bisa kubanggakan
tapi ada begitu banyak yang dapat kuceritakan...

hanya ini yang ingin kubagikan setelah lama menghilang didunia blogspot...
kelak akan kubungkus semua kebahagiaanku, kan ku bagikan satu persatu kepada kalian..

dan sepipun tersenyum...



dirga, hangat secangkir teh...
 

Lorem

Ipsum

Dolor