life is a big joke

Jangan biarkan ide muw usang dimakan waktu, tuangkanlah dalam goresan tinta keabadian.....

Nafsu Remaja Dua Puluh

Kamis, 01 Agustus 2013

Aku mencintai kamu yang dulu
Dulu saat bersamamu
Ada kisah yang tertempuh
Berbagi dalam jarak dan waktu

Mimpi-mimpi yang terbelenggu
Bak air dalam sebuah tungku
Aku dan kau adalah sebuah nafsu
Nafsu remaja dua puluh

Kini semua telah berlalu
Hilang tanpa bersamaku
Dalam deru yang mendebu
Aku mencintai kamu yang dulu
18 Mei 2013
Pagi, Senyum yang terjatuh

Lebensraum



*Ide tulisan ini hadir pada saat hendak menikmati santap malam

Belakangan ini pola hidupku agak sedikit berubah. Hal ini seiring sejalan dengan rutinitas yang kujalani. Saya merupakan salah satu mahasiswa program pascasarjana disalah satu universitas yang menurut kebanyakan orang merupakan universitas terbaik di Indonesia.
Seperti hari biasanya, menurutku tak ada suatu yang istimewa. Panas terik dan deru kendaraan seakan memaksakan langkahku untuk tetap berada dikamar.  Tak terasa hari berganti siang dan kini matahari pun tak lagi bertuan, perlahan-lahan ia menghilangkan sinarnya. kulihat jam yang melekat ditanganku menunjukkan pukul delapan malam kurang seperempat. Seperti kebanyakan khalayak, waktu seperti itu merupakan waktu yang pas untuk bersantap malam dan sambil menyelesaikan tugas paperku akhirnya aku memutuskan untuk sejenak mencari makan disekitar tempat tinggalku.
Malam itu aku memutuskan untuk bersantap malam di warteg, warung seadanya, Seada duit dan seada kenyang. Awalnya semua biasa saja, aku menikmati makanan dihadapanku dengan lahap sampai suatu ketika mataku tertuju pada seorang ibu yang duduk didepan warung makan dengan dua anak didekatnya. Dalam pandanganku umur ibu itu berkisar 40-an yang mendekati 50. Perawakannya agak kurus dengan sebuah kain menutupi kepalanya dan tingginya mungkin tak bakal melebihi seratus enam puluh centimeter. Postur yang kecil menurutku.
Ibu tersebut tidak sendirian, terdapat dua anak kecil yang berada didekatnya. Satu hal yang kuyakini bahwa salah satu anak ibu tersebut berkelamin perempuan dan berumur tak kurang dari lima tahun. Aku tak tahu jenis kelamin anak yang satu lagi, bukan tanpa alasan. Anak tersebut masih berusia sekitar tiga tahun, menurutku, dan tertidur pulas didekapan ibu itu dengan seutas kain yang menggendong dirinya dalam lilitan ibu tersebut.
Aku berani memastikan bahwa mereka berada dalam kondisi kelaparan. bagaimana tidak, panas terik disiang hari terbayar tuntas dengan guyuran hujan rintih-rintih dimalam harinya.
Lama aku memandangi mereka, sampai-sampai makanan dihadapanku pun menjadi dingin. Aku melihat ibu tersebut sedang menikmati nasi bungkus yang ia keluarkan dari dalam tasnya. Terdapat tiga bungkus nasi; untuknya, anak perempuannya dan anak balitanya. Mereka memakannya sangat dan sangat lahap sampai kemudian anak perempuannya menyahut “Bu, aku masih lapar”. Sejenak air dimataku rontok perlahan-lahan.
Inilah mereka yang terdustakan oleh kehidupan
Dengan sigapnya ibu tersebut menyodorkan makanan yang dilahapnya
“ini kamu bagi berdua dengan adikmu, Ibu sudah kenyang”
Nikmat tuhan apalagi yang hendak mereka dustakan
Dan tanganku pun mengambil selembar tisu…

Tuan, dunia apalagi yang hendak kau ciptakan ? dengan segala kekayaan yang kau miliki, mengapa hal ini bisa terjadi ?
Ataukah, Tuhan, bantu aku menjawabnya ? selemah-lemahnya aku, ialah pada saat aku hanya tinggal diam.

∞∞∞∞∞¦¦¦∞∞∞∞∞
*Beberapa saat sebelumnya

Belakangan ini merupakan hari-hari terberat bagiku. Deretan paper yang menumpuk serta tumpukan laporan yang terkejar deadline. Aku sangat senang mempelajari, mengulas ataupun menulis hal-hal yang terkait dengan keamanan, beberapa waktu lalu salah satu pengajar dikampusku, Edy Prasetyono, memberikan sedikit penjelasan mengenai konsep-konsep keamanan.
Secara garis besar ia membagi keamanan kedalam dua term, traditional dan non-traditional. Traditional merupakan term keamanan klasik yang menitikberatkan konsep keamanan pada isu-isu militer saja, sedangkan non-traditional merupakan konsep keamanan yang “terperbaharui”, hal ini merujuk bahwa konsep keamanan tidak hanya fokus pada isu militer saja melainkan isu-isu ekonomi, hukum, bencana alam, terorisme, korupsi, less government dan sebagainya merupakan kajian keamanan non-tradisional yang secara tidak langsung dapat berdampak signifikan terhadap eksistensi suatu negara. Menurut R. William Liddle terdapat dua unsur fisik mendasar dalam membangun kekuatan bangsa yaitu faktor ekonomi dan militer disamping juga critical mass.[1]
Pada waktu itu, kami memfokuskan arah diskusi tersebut keaspek hukum dan ekonomi, khususnya terkait korupsi. Wajar saja ini menjadi diskusi hangat kami, mengingat permasalahan ini tak kunjung terselesaikan di bumi pertiwi ini. jika kita hendak menulusuri praktek-praktek korupsi dinegeri ini tentu tidak akan sukar untuk menarik sebuah benang merah. Hal tersebut saya asumsikan mengingat bahwa korupsi merupakan tonggak sejarah yang melatarbelakangi lahirnya bumi pertiwi. Dari zaman majapahit, zaman kolonial dimana gubermen-gubermen menjadi tokoh utama hingga sekarang dimana korupsi tidak lagi menjadi sebuah barang mewah. Siapa saja dapat melakukannya tanpa perlu menjadi pemimpin ataupun gubermen.
Melihat kondisi hari ini, bumi pertiwi lagi-lagi dihebohkan dengan fenomena korupsi yang dilakukan oleh salah satu petinggi POLISI dengan nilai korupsi hingga ratusan milyar rupiah. Sambil bercanda dosen saya kemudian mengeluarkan anekdot bahwa
 “koruptor di Indonesia itu bodohnya tidak ketulungan, pantas saja kalian tertangkap”
Bodoh dan tertangkap kemudian dirasionalkan melalui mekanisme berikut: pada dasarnya manusia/keluarga hanya membutuhkan satu rumah dan mentok-mentok dua, mobil pun demikian. Karena jika berlebihan hasilnya akan mubasir.  Apakah rumah-rumah dan mobil-mobil hasil korupsi tersebut akan kalian tempati dan pergunakan keseluruhannya ?
Uang ratusan milyar berdasarkan asas guna apakah akan dipergunakan keseluruhannya ? kalau hanya ingin menghidupi anak istri tentu tak bakal sampai ratusan milyar, anak pun kalau dewasa pasti akan menjalani kehidupannya sendiri.
∞∞∞¦ ¦∞∞∞

Sejenak aku kembali memperhatikan makananku, aku seolah telah kehilangan hasrat untuk melahapnya. Aku kacau untuk beberapa saat, aku teringat oleh sebuah buku yang baru saja aku baca “Hungry For Peace: How you can help end poverty and war with Food Not Bombs”. Sebuah buku yang hadir dari kampanye gerakan Food Not Bomb oleh Keith McHenry. Kampanye ini memprotes penyerapan anggaran belanja militer yang cukup besar dengan membagi-bagikan makanan vegetarian gratis untuk orang-orang miskin dan siapapun yang tidak mampu membeli makanan.
Karena makanan adalah hak semua orang bukan hak istimewa
Karena ada cukup makanan untuk semua orang untuk dimakan
Karena kekurangan bahan makanan pokok adalah bohong
Karena seorang perempuan tidak seharusnya menggunakan badannya hanya untuk mendapatkan makanan atau tempat tiur
Karena ketika kita lapar  dan kedinginan kita mempunyai hak untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan dengan cara meminta, mengamen atau menempati bangunan kosong
Karena kemiskinan merupakan bagian dari kekerasan, bukan kebutuhan atau suatu yang alami
Karena makanan tumbuh pada tanaman
Karena kita butuh rumah bukan penjara
Karena kita butuh Food not Bombs (Keith McHenry:2012)
Tak terasa makanan dipiringku telah habis kulahap, aku pun bergegas ke kekasir untuk membayar dan memesan dua bungkus nasi yang lalu kuberikan pada ibu tadi. “ini bu, dua bungkus nasi yang mungkin dapat mengganjal perut hingga esok pagi” tukasku sambil berjalan pulang kekostan.


12 Mei 2013
Ekspansi kapitalisme tidak hanya mengubah
hubungan antar manusia, tetapi juga hubungan
 antar manusia dengan lingkungannya




[1] William, Liddle, “Intervensi SBY”, Tempo, Edisi XXVII, 3 Desember 2006

I am not I once was

Selasa, 16 April 2013

Kehidupan merupakan lawan tangguh bagiku dan Tuhan mengajari aku mengenal hidup sebagaimana orang-orang lain mengartikannya. Hatiku kuncup sebesar gunung, Benci tak kurang cela, Suka tak kurang puji.
Malam ini kurebahkan tubuhku pada tumpukan kasur bahwa hidup sendiri menjadi sia-sia bila dikuasai ketakutan.

Dunia & Hati Damai Bersalaman
17 Mei 2013

Sejenak

Malam hari 09 februari 2013 tepat dipukul 21.00, aku malu pada diriku sendiri. Aku telah kehilangan semangatku, semangat untuk menulis. Hampir sudah setenga jam aku menatap kertas putih dihadapanku, tak ada satu pun yang berhasil aku coretkan. Hey dir ada apa gerangan ? kau terlalu sibuk mencari alasan untuk tak menulis. Telah puluhan karya prematurmu yang lahir di secarik kertas, tapi kau juga tak menuntaskannya. Percayalah, perlahan tapi pasti mereka akan bergegas meninggalkanmu dan kau tak akan mampu mengenang dirimu sendiri. Inilah kau sekarang dir, manusia yang hanya berbalut daging tanpa satu pun karya yang kau hasilkan. Kau tertinggal jauh dari kehidupan dir ! apa yang dapat kau berikan pada waktu yang semakin berlalu ?
Lihat ! kau termenung, sembari memikirkan apa yang hendak kau tulis, kau kaku !
Menulislah dir, menulislah!! Kejar semua ketertinggalanmu, kelak ini semua akan menjadi saksi bahwa kau benar-benar pernah hadir sebagai mahkluk hidup. Kini kau rasai dirimu begitu kecil tanpa arti, seorang yang pernah melawan, terluka dan kalah. Bicaralah, kau dir ! mengapa kau diam saja ? kini kau telah menjadi tawanan gemerlap kata.

Surat Yang Tak Sempat Terkirim

Senin, 08 April 2013

Hey Kamu, Bolehkah saya menyapamu seperti itu ?

Selamat Siang, Sore ataupun Malam
Bagaimana pun kabarmu dihari yang cerah ini, semoga kamu sedang ditemani secangkir susu dan segala aktivitasmu. Disini, Aku sangat Bergembira.

Boleh kah aku bertanya, Bagaimana rasanya membaca surat ini ?
semoga pertanyaan ini tidak terlalu keterlaluan. Dan sepertinya ini pertanyaan yang biasa saja. Jangan terlalu menganggap ini serius toh ini hanya sekedar surat. Surat yang bahkan tidak perlurepot-repot untuk dibalas. Lagipula aku tidak mengamini sebuah pantun lama ini "empat kali empat sama dengan enam belas, sempat tidak sempat harus dibalas".

Oh ia sebelumnya, Selamat Ulang Tahun Kelak
Ini adalah surat yang sedikit prematur, meski begitu aku tetap ingin mengucapkannya "Selamat Ulang Tahun, sekali lagi", semoga keprematuran ini akan menjadi sesuatu yang kau ingat.

Sebenarnya aku ingin menyuratimu dengan pena dan kertas. lalu gulungannya kuselipkan di kaki merpati hingga sampai di depan jendela tempat kau membaca surat ini. Atau dibawah pohon, saat kau duduk dengan handphone digenggaman kananmu dan amplop surat cinta dari orang lain di tangan kirimu. Tapi aku mau cepat, secepat mungkin. Kalau bisa sebelum Handphone mu berdering lalu kau membuka amplop surat cinta itu. 

Suatu hari pada sebuah malam yang ramai dan lalu lalang kendaraan banyak berseliweran dihadapan kita. Tak ada percakapan walaupun berhadapan. Tak ada obrolan walaupun berada bersisian, maka maafkan saja jika surat ini kemudian menjadi asal-asalan. Asal sampai ketempatmu, Asal terkumpul kata-kata yang sekedar cukup indah pun tidak, karena kalau keberikan lembaran kosong aku akan membuatmu kesulitan menebak.

Hey kamu sebenarnya saya ingin membisikkanmu sebuah cerita. Jangan beritahu siapa-siapa yah, JANJI ?

Begini, seperti Tumbra yangsuka berbicara dengan pohon, saya pun suka berbicara dengan pohon. Oke mungkin saya sebut saja tanaman karena masih terlalu kecil. serius ini serius. Kamu jangan tersenyum apalagi bingung.

Jadi, setiap pagi sebelum memulai aktivitas, tanaman tersebut saya ajak ngobrol, kadang saya beri air jika mereka sedang dehidrasi. Oh, dan setelah itu saya senyum-senyum sambil dadah-dadah melambaikan tangan ke mereka. Selintas kadang saya melihat mereka pun melambaikan tangan, maksud saya dedaunan. Kadang pula saya merasa mereka mentertawakan saya dari belakang, mungkin mereka menganggap saya gila. tapi saya tidak peduli, saya tetap pergi menutup pintu dan meninggalkan mereka dalam kesunyian. Aku selalu yakin bahwa tanaman-tanaman tersebut tidak betul-betul sendiri, selalu saja ada angin bahkan cahaya yang menemani. Hal itu membuat harapan tanaman itu terus hidup. Namun lamaberselang tanpa kehadiranku memberikan air disaat mereka dehidrasi, dedaunan tanaman tersebut berguguran satu per satu. Awalnya daun-daun tersebut berubah menjadi cokelat dan tetap menempel pada rantingnya. Namun membuat mereka lama menunggu akhirnya mereka memutuskan untuk pergi dan gugur dalam pelukan tanah.
Dan ketika senja menjelang, aku pun pulang dan berharap dapat menemui dedaunan itu lagi, tapi ternyata mereka telah pergi menentukan jalannya dan enggan menunggu keterlambatanku. Dan aku hanya bisa diam menatapi tanaman tersebut. Sesuatu yang diawali dengan senyuman pun harus diakhir dengan tatapan kosong. Sekian

Oh ia, sebelum ku semakin terlambat, Ini ada sebuah sajak untukmu.Sengaja aku tak menuliskan tanggal dan usia ulang tahunmu. Hal ini semata-mata agar kelak kau dapat membaca sajak ini berulang-ulang pada saat hari yang mengulang tahunmu.

Sajak Dihari Ulang Tahun

Seorang Wanita yang beruntung lahir dari rahim ibunya
Kau mungkin seorang bayi yang lebih lambat lahir dariku
Maka aku sajikan satu buah sajak
Agar sampailah ketika nanti di hari ulang tahunmu
Aku bisa bertemu dengan seorang wanita yang beruntung
Karena pernah menghuni rahim ibunya
Meskipun hanya lewat sajak ini

Salam,
Demikian satu sajak yang tiba-tiba kutulis bersamaan dengan surat ini


09 April
Ditemani tumpukan paper yang menggila
 

Lorem

Ipsum

Dolor