life is a big joke

Jangan biarkan ide muw usang dimakan waktu, tuangkanlah dalam goresan tinta keabadian.....

IMF Lintah Darat

Senin, 31 Mei 2010

Sejak Soeharto lengser keprabon karena desakan mahasiswa dan rakyat, ekonomi kita belum berubah. Rupiah tidak menentu, harga barang kebutuhan pokok semakin tidak terbeli, pengangguran semakin bertambah. Kesengsaraan rakyat akan meningkat, jika program neo-liberalisme IMF sudah diterapkan semua.

Habibie, pengganti Soeharto, ternyata tidak mampu mengatasi krisisi. Ekonomi Indonesia selama ini ditopang tiga tonggak penting. Tonggak pertama, yaitu stabilitas politik yang oleh ABRI. Tonggak kedua, konsep pembangunan ekonomi yang dipercayakan kepada sekelompok teknokrat . Tonggak ketiga, dibukanya "hubungan baik" dengan negara-negara imperialis dan lembaga-lembaga kapitalis internasional, seperti Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF).
Kini, ekonomi kita mendekati keam-brukan. Tonggak-tonggak ekonomi yang mau roboh ini masih dipertahankan oleh Habibie. Iapun masih menggunakan cara-cara Soeharto untuk mengatasi krisis ekonomi yang terjadi, salah satunya yaitu dengan meminta "bantuan" dari lembaga-lemba imperialis, baik IMF, Bank Dunia, maupun CGI. Gayung bersambut, kapitalis internasional lewat "tangan beracun yang dibungkus sutera" menerima permintaan Habibie tersebut. Mengapa mereka menerima permintaan hutang pemerintahan Habibie ? Mereka memberi hutang tentu ada pamrihnya.
Apa yang diberikan kapitalis internasional (lewat: IMF, Bank Dunia, CGI) bukanlah sedekah."Bantuan" tersebut digunakan untuk menjerat negara-negara (khususnya dunia ketiga) yang mengalami kesulitan dana. Kita ambil contoh negara kita sendiri. Kapitalis internasional, lewat IMF (Internasional Monetary Found), tidak sekedar memberikan bantuan, tetapi mereka juga memberikan "paket reformasi" yang harus dijalankan pemerintah Indonesia. Apa yang mereka sebut dengan "paket reformasi" ini adalah suatu kebijakan yang harus dijalankan pemerintah, yang sebetulnya merupakan strategi ekonomi neo-liberalisme. Yaitu, strategi untuk membangun ekonomi global yang benar-benar lepas dari campur tangan negara. Yaitu, ekonomi pasar bebas.
Ada beberapa keuntungan yang didapat kapitalis internasional sehingga mau mengucurkan dana untuk negara yang terkena krisis ekonomi. Pertama, dengan tingginya kurs mata uang beberapa negara-negara imperialis, maka negara yang mempunyai hutang akan akan membayar berlipat ganda.
Kedua, dengan terpuruknya mata uang Indonesia dan negara Asia lainya, berarti secara otomatis akan membuat nilai tukar mata uang kapitalis internasional berkali lipat. Kalau dulu mereka memberi produk Indonesia memerlukan jumlah uang yang besar, kini mereka dapat menguranginya, sesuai dengan nilai tukar yang berlaku.
Keuntungan ketiga, adanya krisis di Indonesia dan negara-negara Asia lainya akan memperlancar investasi mereka. Negara-negara yang terkena krisis memerlukan divisa dalam jumlah yang besar. Akan banyak perusahaan-perusahaan yang akan dijual. Kesempatan ini akan digunakan kapitalis internasioanal untuk mencaplok perusahan tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari dikeluarkanya kebijaksaan privatisasi beberapa perusahaan pemerintah, dibukanya kesempatan yang luas bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di dunia perbankkan, dll.
Keempat, dengan adanya badai krisis ekonomi yang melanda beberapa negara, progaram ekonomi kapitalis dapat dipaksakan, yaitu program ekonomi neo-liberalisme. Mau tidak mau negara yang terkena krisis harus menjalankan program tersebut jika ingin mendapat suntikan dana. Disinilah sebetulnya merupakan kepentingan utama dari kapitalis internasional. Ingat, kapitalis dapat terus hidup karena sifat mereka yang ekpansionis. Mereka melakukan ekspansi ke negara dunia ketiga untuk mendapatkan bahan mentah, mengem-bangkan modal, tenaga kerja yang murah dan pasar bagi produk mereka.
Mereka tidak ubahnya seperti lintah darat: memberikan "bantuan" untuk negara-negara yang sedang kesulitan dana. Mau tidak mau setelah menerima hutang, negara kita harus menuruti keinginan pihak imperialis. Program ekonomi neo-liberalisme yang dibungkus dalam "paket reformasi", dipenetrasikan dengan tidak demokratis, yaitu dengan ancaman tidak akan diberi =B3bantuan=B2 jika program tersebut tidak dijalankan.
Ini semua akibat diintegrasikannya Indonesia ke dalam kapitalisme global selama 32 tahun terakhir ini. Kita telah dijerumuskan oleh diktator Soeharto, yang kemudian dilanjutkan Habibie kedalam "jurang hutang" yang amat dalam.



Bahaya Neo-Liberalisme
Dengan ekonomi neo-liberalisme maka rakyat akan tambah sengsara, penganguran akan semakin meledak, peruisahaan kecil sampai menengah akan mati, akibat kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang bermodal raksasa.
Apa sebenarnya "racun" ekonomi neo-liberalisme yang akan "disuntikkan" terhadap negara kita ? Ekonomi neo-liberalisme, pertama, akan menjalankan progaram: pembebasan inventasi. Kebijakan ini memberikan ijin inventasi modal asing untuk bidang kelapa sawit sampai 100%. Bisnis perkebunan kelapa sawit, merupakan bisnis yang sangat merangsang. Kelapa sawit memberikan sumbangan pendapatan non-migas yang cukup besar bagi Indonesia. Indonesia yang beriklim tropis dan subur "merupakan ladang emas" bagi usaha perkebunan ini. Seperti yang kita ketahui, selama ini bisnis kelapa sawit dimonopoli oleh kapitalis kroni (kapitalis kerabat Soeharto), dengan proteksi peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam konsep ekonomi neo-liberalisme, proteksi seperti itu adalah haram hukumnya, karena merupakan cara usaha yang tidak fair. Bagi kapitalis internasional, proteksi seperti itu jelas merugikan, karena menutup kesempatan untuk mengeksploitasi (mengeruk) kekayaan yang ada di Indonesia dari sektor ini. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus membuka selebar-lebarnya inventasi modal asing di bidang kelapa sawit dan tentunya juga bidang-bidang lainya.
Progaram neo-liberalisme kedua adalah menghapuskan dan pengurangan pajak ekspor impor untuk beberapa komoditi. Penghapusan pajak impor tidak lain untuk memperlancar arus masuk produk-produk Amerika, Jepang, Australia, Jerman, Inggris, dll. Adanya pajak impor yang tinggi selama ini mengurangi daya saing produk mereka di Indonesia. Harga barang mereka menjadi tinggi karena dibebani pajak yang tinggi. Harga jual yang tinggi, menyebabkan produk mereka kalah bersaing dengan produk kapitalis kroni di pasar Indonesia. Pajak ekspor yang cukup tinggi menghalangi mengalirnya barang-barang yang dibutuhkan industri negara-negar tersebut, seperti baja, timah, nikel, besi, dll. Pajak ekspor membuat harga barang-barang tersebut menjadi tinggi, dengan harga yang tinggi otomatis akan memberatkan dunia industri imperialis. Biaya produksi yang harus mereka keluarkan akan bertambah tinggi, sehingga keuntungan yang didapat akan berkurang.
Langkah ketiga, adalah penghapusan subsidi. Menurut sistem neo-liberalisme, pemberian subsidi oleh negara untuk beberapa produk (misalnya:BBM, listrik, tepung terigu) adalah inefisiensi, "menghambur-hamburkan uang negara." Padahal barang-barang yang disubsidi tersebut sangat dibutuhkan mayoritas rakyat. Ini sebetulnya alasan untuk menutupi kedok mereka yang sesungguhnya. Alasan sebenarnya, dengan adanya subsidi terhadap beberapa produk, harga produk tersebut akan murah karena dapat dijual lebih rendah. Dengan demikian, produk-produk swasta dan asing yang tidak mendapat subsidi akan kalah bersaing karena tidak dapat menjual dengan harga yang murah.
Apabila dilihat secara sekilas, program-progaram ekonomi neo-liberalisme seakan-akan mendukung ekonomi rakyat, karena menentang kapitalis kroni (bisnis kerabat penguasa). Namun, sebenarnya sistem neo-liberalisme justru lebih memberatkan rakyat, walau nampak "demokratis." Rakyat akan tambah tertindas dengan diterapkan progaram-program tersebut.
Pertama, imperialis akan mempertahankan upah yang rendah, karena upah yang rendah adalah efisiensi bagi dunia bisnis.
Kedua, penghapusan subsidi negara untuk beberapa produk bukan mensejahterakan rakyat, namun sebaliknya. Untuk penghapusan subsidi listrik dan BBM, misalnya, akan tambah mencekik rakyat yang sudah menderita akibat krisis ekonomi. Dengan penghapusan subsidi tarif listrik dan harga BBM akan naik. Karena kedua hal ini merupakan kebutuhan vital, maka harga-harga barang yang lain akan ikut naik.
Ketiga, penghapusan pajak impor, akan menyebabkan perusahan kecil dan menengah memasuki gulung tikar. Penghapusan pajak impor akan menyebabkan produk-produk industri asing membanjiri pasar-pasar di Indonesia. Akibatnya produk industri Indonesia tidak tidak laku. Produk perusahaan dari negara industri maju secara kualitas akan lebih bagus dan lebih murah, karena mereka telah mampu mencapai tingkat efisiensi dan tehnologi yang tinggi. Dampak berikutnya, dengan banyaknya perusahana kecil dan menengah yang gulung tikar, secara otomatis pengangguran akan semakin melonjak lagi.
Sedang dihapusnya pajak ekspor akan terjadi ekploitasi besar-besaran terhadap kekayaan negara kita. Tidak akan ada lagi kontrol untuk mengekspor hasil kekayaan alam. Pendapatan nasional dari sektor pajak ini semakin menurun, berarti juga menurunkan kesejahteraan rakyat. Dampak lainnya, bahan-bahan baku dari Indonesia akan lebih banyak yang diekspor daripada yang diolah di dalam negeri. Ini mengakibatkan dampak baru lagi: menyulitkan industri dalam negeri, dan menurunkan pendapatan nasional dari nilai tambah bahan-bahan tersebut.
Wajah Ganda Kapitalisme
Memang, dalam bidang politik neo-liberalis membawa demokrasi. Namun demokrasi tersebut hanya dalam beberapa hal saja, bukan demokrasi yang konsisten dan sepenuh-penuhnya. Hal ini nampak dari sikap negara-negara imperialis yang mengatakan bahwa persoalan di Indonesia hanyalah persoalan korupsi, kolusi, nepotisme dan kroniisme. Oleh karena itu yang dibutuhkan hanyalah pemerintahan yang bersih (clean government) dan tidak menerapkan kapitalisme kroni. Nampak sekali kemunafikan kapitalis internasional. Mereka ingkar bahwa penyebab krisis ekonomi adalah over investement dan over-capacity ekonomi global. Asia yang tadinya mereka lihat sebagai negara yang prospektif dan sedang menuju untuk menjadi NICs (New Industrial Countries) menjadi tempat utama penanaman modal mereka, sehingga terjadi overinvestment di Asia
Negara-negara imperialis setuju Soeharto digulingkan (karena sudah tidak lagi menguntungkan mereka), setuju orang-orang yang terlibat penculikan diadili, setuju beberapa tapol/napol dibebaskan. "Tapi untuk menerapkan demokrasi sepenuh-penuhnya, nanti dulu," kata mereka. Atau dengan alasan yang lebih halus : "butuh waktu yang sangat lama untuk mencapai demokrasi di Indonesia." Mengapa ? Demokrasi sejati memberikan hak bagi partai kiri untuk berdiri. Demokrasi sejati juga memberi hak bagi buruh untuk berserikat, dan mogok. Demokrasi sejati, berarti juga mengaharuskan tentara kembali ke barak. Tapi, kalau demokrasi sejati dan sepenuh-penuhnya diterapkan di Indonesia, tentu protes-protes akan marak. Sebab, jika program neo-liberalisme diterapkan, kesengsaraan rakyat akan semakin memburuk. Dengan demikian, keresahaan sosial akan semakin meluas dan memanas. Untuk meredanya, lembaga-lembaga demokrasi harus dikebiri dan diperlukan tentara untuk menumpasnya.

Tut Wuri Handayani

Sabtu, 29 Mei 2010

Inilah kisah tentang anak-anak yang bukan untuk dibaca oleh anak-anak. Bayangkan kanak-kanak dengan seragam merah putih topi merah serta dasi mungil bertuliskan “tutwuri handayani” di sekolah negeri yang sering tidak terjamah subsidi. Murid-murid belia yang sering melihat kawan mereka bergelimang fasilitas di sekolah swasta. Tetapi mereka tetaplah kanak-kanak, tanpa iri dengki mereka terus belajar tanpa perlu memaki. Selama puluhan tahun di sekolah dasar negeri yang sering tidak tersentuh subsidi itu segala sesuatunya berjalan dengan normal terkendali. Normal artinya, murid ikhlas belajar dengan fasilitas seadanya, tidak terganggu dengan profesi paruh waktu para guru, penuh gembira pada saat upacara bendera dan yang terpenting, mereka sadar diri untuk tidak menggantungkan cita-cita terlalu tinggi. Yang penting mereka tidak buta huruf dan angka, kecuali beberapa terjebak dalam buta warna yang tiada obatnya. Inilah sekolah dasar yang ideal yang kemajuannya tidak perlu menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi.
Tetapi semenjak televisi menggantikan alunan ayat suci, pelan-pelan berubah pula peradaban adiluhung anak-anak. Ayat suci menceritakan teladan kebaikan, mereka perlu berpikir untuk membayangkannya. Di televisi, mimpi-mimpi mereka hadir sebagai realita yang langsung ditangkap indera mata. Waktu berganti dengan cepat, pahlawan kartun berganti sinetron, sinetron berganti band-band yang tidak pernah menelurkan album kecuali single yang lebih mirip jingle. Mereka sekarang berbangga hati, dalam usia dini mereka telah mengerti arti partisipasi. Bila kau rajin mengikuti berita televisi nilainya melebihi partisipasi politik pemilihan ketua kelas. Begitulah, pelan tetapi pasti, televisi membimbing mereka untuk menentukan cita-cita, kelak bila mereka besar nanti. Menimbulkan kegaduhan itu pasti, tetapi mereka masih kanak-kanak, harap dimaklumi. Toh, orang dewasa juga terus menerus minta dimaklumi.
Sebagian anak berkeliaran di jalan raya. Berkejaran, bernyanyi dan tertawa terbahak-bahak. Nasihat guru tentang tertib di jalan raya mereka tertawakan. Kata mereka, “kami ingin jadi polisi, tidak mau jadi orang biasa. Sebab hanya polisi yang berani melanggar aturan tanpa perlu khawatir ada yang akan menangkapnya”. Guru hanya geleng-geleng kepala. Akibatnya mereka sering terlambat tiba di sekolah. Pada saat disetrap di ruang guru mereka nyengir, “kami tidak terlambat, hanya telat mengabarkan. Kami sudah kirim pesan pendek kepada wakil kepala sekolah”. Guru bertanya, “mau jadi apa kalian ini?”, serempak mereka menjawab, “Menteri Keuangan, pastinya!”. Anak-anak ini jadinya jarang mengikuti upacara bendera sehingga guru kesal bukan kepalang lantas kembali menyidang mereka. Guru menasihati mereka, “upacara ini penting untuk menanamkan semangat kebangsaan dan kecintaan kalian kepada Negara. Kalau kalian tidak pernah ikut upacara bendera, jangan harap kalian bisa memimpin negara ini nanti!”. Dengan kalemnya seorang murid menjawab, “kami tengah berlatih untuk jadi pejabat negara. Membiasakan diri kami sibuk sehingga pada saat sidang lupa untuk menyanyikan Indonesia Raya”. Begitulah, kanak-kanak ini semakin pintar menjawab. Lagaknya pun dibikin-bikin sebagaimana cita-cita yang mereka inginkan. Beberapa murid mulai malas belajar membaca, saat guru menuliskan sebuah kalimat di papan tulis, gugup mereka mengejanya. Guru marah-marah, “mau jadi apa kalian, membaca saja tidak lancar??”. Tenang mereka menjawab, “Jadi ketua MPR, Guru”. Kemarahan guru semakin menjadi-jadi, suaranya meninggi, hening tetapi tidak lama satu orang murid balas memakinya, murid lain mengikutinya hingga kelas penuh suara makian. Guru menangis sambil berseru, “Saya bersumpah, kalian pasti tidak akan menjadi apa-apa”. Murid semakin tenang menjawab, “Sumpah Bu Guru, Kami pasti jadi anggota DPR kelak”.
Guru matematika berusaha mengatasi keadaan. Dia senang bercerita untuk menyampaikan persoalan perhitungan. Dia menunjuk seorang murid bernama Robi. Robi, cerita pak guru, sedang bersusah hati sebabnya dia tidak punya uang untuk membayar uang sekolah 300 ribu rupiah, buku-buku pelajaran 200 ribu rupiah dan seragam sekolah 100 ribu rupiah. Budi, murid lainnya adalah seorang pramuka sejati yang selalu berpedoman pada Dasa Dharma Pramuka. Kebetulan orang tuanya sangat berada sehingga uang tidak pernah jadi masalah. Karena Budi rajin menabung dan suka menolong sesama maka dia berniat membantu Robi. Pertanyaannya berapa duit yang harus dikeluarkan oleh Budi agar Robi bisa membayar uang sekolah, melengkapi buku dan membeli seragam sekolah? Kelas hening sementara, tidak lama serempak murid menjawab, “6 JUTA Rupiah, Pak Guru”. Guru tidak percaya mendengar jawaban muridnya, “kalian yakin?”. Tentu saja, jawab murid-murid dengan wajah riang tidak berdosa. Guru menuliskan perhitungan di papan tulis, lalu menunjukkan hasilnya, “kalian lihat sendiri, hasilnya 600 ribu rupiah. Kenapa hitungan mudah begini saja kalian bisa salah?”. Murid-murid saling berpandangan, tersenyum kecil, lantas menjawab, “karena kami ingin menjadi Gubernur Bank Indonesia, Pak Guru!”. Guru tidak bisa menerima jawaban murid-muridnya, “coba pikirkan lagi, berapa kali lipat kerugian yang harus kalian alami akibat salah hitung ini”. Bukannya takzim mendengarkan, murid-murid malah nyengir, “karena salah hitung itu mungkin kami bisa jadi wakil presiden Pak Guru”.
Guru-guru mengadakan rapat darurat. Keganjilan ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Solusi harus didapatkan, anarki ini mesti diakhiri. Ada upaya menyibukkan murid-murid dengan sepakbola. Tetapi mereka yang gemar bermain bola ini bukannya giat berlatih malah sibuk membikin koperasi. Pada saat guru olahraga memarahi mereka, enak saja mereka menjawab, “tenang Pak Guru. Kami ini tidak ingin jadi pemain bola, kami ingin jadi Ketua PSSI. Tidak perlu pintar bermain bola, cukup pintar berniaga lewat koperasi”. Karena guru-guru kebingungan murid-murid semakin menjadi-jadi. Mereka tidak mau belajar, menolak guru masuk kelas dan mengenal kata mogok. Guru mengumpulkan mereka di lapangan, di tengah terik mentari siang mereka berteriak garang, “kami jadi korban politik”.
Guru mendesak kepala sekolah untuk mengambil keputusan. Tetapi kepala sekolah tidak ingin namanya tercela di depan orang tua siswa. Guru terus mendesak, kepala sekolah hilang kesabaran. Lantang dia berteriak di ruang rapat, “jangan memaksa saya untuk melakukan tindakan di luar kewenangan saya”. Hening seketika, tetapi murid-murid yang mengintip rapat guru sibuk berbisik, “mungkin kepala sekolah ingin jadi presiden”.
Inilah cerminan pendidikan kita dewasa ini. Pendidikan yang seharusnya menjadi lumbung hidup suatu Negara serta pendidikan hadir untuk memanusiakan manusia justru menjadi boomerang. Dimana dengan hadirnya globalisasi dengan bumbu-bumbu gombalisasinya mengakibatkan kapitalisasi pendidikan sehingga membuat membuat pendidikan bagaikan suatu mahkluk yang ganas yang siap memakan sesamanya.
(Terinspirasi dari kebobrokan bangsa ini)


Kejahatan yang Sempurna

Penyangkalan atas fakta atau memindahkan makna dari fakta telah menjadi tren dalam pentas kasus di negeri ini. Kasus-kasus sidang penyuapan jaksa, dugaan pelecehan seksual, dan konspirasi pembunuhan berjalan sangat rumit dan berlika-liku.

Pertanyaannya, masih adakah kebenaran? Selalu ada fakta dan bukti yang gugur meski jelas dari pemikiran awam bahwa fakta itu mengandung kebenaran. Kita juga melihat, adagium utopis ”kejahatan yang sempurna” (perfect crime) benar-benar ada.

Kejahatan sempurna bukan epos tentang penjahat yang tidak pernah tertangkap penegak hukum dan mempertanggungjawabkannya dengan menjalani hukuman. Kejahatan sempurna adalah kejahatan terorganisasi dan dilakukan oleh pengambil keputusan dari institusi legal. Institusi yang rentan untuk melakukannya adalah aparatus negara.

Pembeda utama antara mafia dan aparat negara adalah soal legalitas. Dari sisi di mana pembuat dan pelaksana hukum berdiri, sebuah organisasi mafia adalah ilegal dan melanggar hukum.

Sophistokrat

Bagaimana jika aparat negara menjadi penjahat? Dengan kekuasaannya, mereka akan meyakinkan publik bahwa semua tuduhan yang dialamatkan kepada mereka adalah keliru. Mereka akan menjadi sophistokrat.

Plato dalam Republic menggambarkan sophist sebagai a sort of wizard atau seorang imitator hal paling nyata. Mereka bukan produsen kebenaran meski amat memahami diktum kebenaran. Mereka hanya memberi kesan kebenaran itu sendiri (Phaedrus, 275b, 276a).

Kecanggihan dalam memanipulasi dan selalu mempertanyakan kebenaran membuat kabur hubungan fakta dan kebenaran. Jika kita terbius keyakinan bahwa segala sesuatu tentang fakta adalah ilusi, mereka berhasil. Kebenaran lalu menjadi soal yang bisa dinegosiasikan.

Orang-orang sophis selalu berbicara tentang hantu, pengingkaran, dan penolakan dengan mempertanyakan kembali. Kecanggihan mereka seperti setan yang memainkan simulasi yang selalu ada di ruang samar-samar dan meyakinkan, sebuah kesalahan adalah hal paling benar (Deleuze, 1994:127).

Di berbagai ruang, institusi di republik ini telah dipenuhi sophistokrat. Mereka mempunyai lingkaran dengan berbagai profesi yang sejatinya hanya kamuflase. Semakin banyak hal yang secara faktual benar lalu menjadi lenyap dan berganti makna. Demikian juga dengan argumentasi yang mereka bangun akan dengan mudah dipercayai meski tidak masuk akal.

Apakah rakyat dan publik harus disalahkan karena membiarkan mereka berjaya? Tidak mudah menjawabnya karena mereka menguasai instrumen kekuasaan. Letak kehebatan para sophistokrat adalah kepiawaian melakukan dekonstruksi atas usaha-usaha meletakkan fondasi bagi konsensus kebenaran dan norma- norma moral di atas tatanan hukum dan politik. Prestasi besar mereka adalah membuat kebenaran menjadi hal yang seolah-olah benar.

Konsensus kebenaran

Sulitkah menentukan kebenaran? Filsuf Giambatista Vico (1965) memercayai, sensus communis (common sense) merupakan awal yang baik untuk menjelajah kebenaran dan menjadi dasar bagi konsep kebijaksanaan. Namun, yang kini terlihat adalah perlombaan seni berbicara (retorika) daripada menyatakan hal yang sesungguhnya (right thing).

Kebenaran sendiri terlalu paradoksal dan dilematis diperdebatkan. Akan tetapi, kita harus menyetujui tatanan kebenaran. Konsensus kebenaran harus diletakkan di aras kepentingan publik dan persepsi mereka atas kondisi politik dan hukum yang moralis.

Kebenaran publik tentu menjadi sesuatu yang lebih tinggi daripada kebenaran sektarian meski kebenaran publik bisa berubah seiring waktu.

Kita dihadapkan persoalan yang belum terselesaikan oleh agenda demokratisasi pasca-Orde Baru. Pelembagaan civil society yang belum kuat merupakan sebab gagalnya konsolidasi sipil untuk meletakkan batas-batas moralitas yang haus dipenuhi penyelenggara negara.

Perubahan dalam internal institusi, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun konstitutif, cenderung berjalan tanpa kontrol. Yang tampak adalah diorama pertarungan antarkeluarga gajah dan masyarakat menjadi pelanduk yang hampir mati di tengah arena mereka.

Bagaimana melakukan model pelembagaan konsensus? Setidaknya ada tiga hal penting.

Pertama, memulihkan agenda penguatan civil society yang bisa mengelola perbedaan kepentingan dari berbagai kelompok di dalamnya. Jaminan negara atas perbedaan pendapat harus ditepati. Dalam pembuatan regulasi, hak-hak konstitusional warga atas kebebasan dan pertanggungjawaban harus dikedepankan.

Kedua, membangun mekanisme keseimbangan kekuasaan dan saling kontrol antarinstitusi negara. Tidak boleh ada institusi yang mempunyai kewenangan lebih besar dari yang lain. Masing-masing harus mempunyai kewenangan sebagai eksekutor. Hal yang penting adalah membuat mekanisme yang mampu meniadakan tawar-menawar antarinstitusi negara dalam rangka membela kepentingan yang bersifat pribadi masing-masing.

Ketiga, meletakkan landasan normatif bangsa dan negara sebagai acuan yang selalu mempunyai relevansi bagi kinerja institusi negara dan bisa dijadikan pegangan. Semangat kebenaran yang berlaku universal bisa menjadi pegangan informal. Hal itu menjelma menjadi suara hati dari nurani yang amat menentukan pilihan-pilihan politiknya.

Para sophistokrat adalah aktor kejahatan yang sempurna. Jangan sampai mereka membuat negara dengan segenap institusinya sebagai panggung dari sandiwara perdebatan tanpa usai. Sementara rakyat hanya menjadi penonton yang harus membayar mahal untuk pementasan yang sama sekali tidak bermutu.

Tinta tak bernyawa

Mulai dengan harapan yg tak kunjung terang, harapan yg tak diharapkan… kuw coba kembali menuangkan sesak ini dalam coretan tinta tak bernyawa.. tinta yg akan selalu mengabadikan saat semuanya usang dimakan waktu…waktu yg akan menjadi saksi bahwa aku pernah hadir diantara mereka…
Inilah aku…
aku yg akan mencoba mengabadikan diriku sendiri dalam tinta tak bernyawa…

Semua ini bersumber dari emosi jiwa yang terpendam jauh dilubuk hati sanubari…yang tak akan pernah sanggup aku sentuh…yang tak akan pernah mampu aku lihat…yang tak akan pernah bisa aku jelajahi….Inilah rintihan hati ini…hati yang telah rapuh…Hati yang telah lelah untuk bertahan…hati yang telah lama menyakiti diri ini..membawa aku selalu dalam keterjerumusan dunia yang hina dina...kesengsaran yang penuh luka putus asa…
Aku hidup disebuah dunia yang gila….gila akan kekuasaan….
dunia yang penuh kegelapan..tak ada secelah cahaya yang menyinarinya..Aku disini,sendiri..hidup dalam sebuah dunia keterasingan…menikmati indahnya kesunyian..menikmati kekosongan dalam kehampaan..
Aku menjauh dari keramaian yang berisik…dan berteduh di dunia ini..Alasan aku untuk berdiam dan hidup disini adalah untuk memperoleh ketenangan hati…Ketenangan hati yang tak pernah kuperoleh dari dunia luar sana..
Aku terlahir dari dunia luar sana…dunia dimana kebaikan dan kejahatan..baik dan buruk..bahagia dan kesedihan saling berputar dalam roda kehidupan…Aku hidup diantara kasih sayang yang memanjakan diriku..dan mengangkat diriku cukup tinggi,,cukup tinggi hingga aku mampu melihat pesona dunia ini… Namun sejak aku terlahir,,..aku hidup diantara perbedaan yang menjauhkan aku dari yang lain…Perbedaan adalah jurang yang membuat diriku jatuh dalam dendam dan kesedihan yang tak terungkapkan….Memendam semua itu tidaklah mudah,,,..kecemasanku mulai ada kala aku tak lagi mendapatkan kebaikan secara lisan maupun perilaku….Senyuman mereka...tatapan mereka...kata-kata yang keluar dari bibir mereka seakan-akan ingin membuatku terjatuh….Tekanan demi tekanan kualami…dan tekanan itu makin membuat diriku cemas…
Aku mencoba untuk bangkit dari kecemasanku..melupakan perbedaan yang terasa digetir jiwa.. mencoba untuk mengubahnya,,tapi aku tak bisa!!!
Semakin lama aku semakin larut dalam kepedihan..tak bisa dielakan lagi,,jiwa ini telah habis oleh tekanan-tekanan yang datang....Depresi berat melanda diriku..kehancuran hidup telah menyambut diriku..Aku jatuh!!!aku kalah!!!
Aku mengubah hidupku..mengubah diriku!!! aku mencoba membiasakan diri hidup dalam keterasingan dan kesunyian yang pekat..Dan aku tak pernah melihat lagi matahari…
Kekacauan dalam hidupku membuat ku mempelajari dan memahami keindahan sebuah keterasingan dan kesunyian….Darah dingin mengalir dalam tubuhku,,,dan kini aura kematian telah merasuki pikiranku...aku merasa tenang disini,,,aku merasa nyaman dengan semua ini,,dan aku takkan mengubahnya..
Dendam masa lalu membayangi diriku pada masa kini..sakit dan luka masa lalu membekas dalam relung hati,,,mengiris-ngiris hati ini,,,,aku tahu bahwa dendam ini akan menambah penderitaan hidupku,,maka dari itu aku mengurungkan diri dari dunia luar…menutup mataku dari dunia luar,,melupakannya selamanya…
Aku yakin dunia luar sana tidak akan menemukan diriku dan tak kan mampu menembus dinding duniaku…aku rindu akan dunia luar,dunia luar yang melahirkan diriku,,,,namun aku tak bisa kembali,,,,karna itu hanya akan mengulang kenangan pahit masa lalu yang akan membuatku terjatuh lagi…terkadang aku harus diam menjauh dari hiruk pikuk keramaian untuk mencari sahabat sejatiku…terkadang pula aku harus memejamkan mata ditengah cahaya hidup yang membelenggu sukma untuk memahami makna kehidupan yang telah ku arungi…disaat dentang lonceng kematianku telah tiba dan setelah tangan tuhan menjemputku menuju rumah keabadian…

Dari…
sahabat yang terpinggirkan

KISAH NYATA "Cintaku sebatas ujian nasional"

Jumat, 28 Mei 2010

Cerita ini mengisahkan pasangan ABG yang tinggal berdekatan alias bertetangga...

Suatu ketika Si cowo mendapat ultimatum dari orang tuanya...

- Ibu : nak,,kalau kamu tidak lulus UN,,putuskan pacarmu...(sambil mengancam)
- Si cowo : iya bu'.....

Karena tidak mau hubungannya dengan sipacar putus, Si cowo pun berjuang dalam Ujian Nasional..
Sampai akhirnya tiba hari pengumuman kelulusan....

Ternyata eh ternyata,,hal yang ditakutkan si cowo terjadi...
Dia "Tidak Lulus" Ujian.....

Dan kabar tersebut akhirnya sampai ke orang tua si anak....
Si cowo pun segera sms sang pacar untuk mengajak pacarnya untuk bertemu di pos kambing dekat rumah untuk membicarakan hubungan mereka yang di ujung tanduk....
Tapi namanya juga ABG,,jelas saja tidak ada rela untuk memutuskan ataupun diputuskan...

Akhirnya Ibu si cowo datang melabrak pasangan tersebut karena sudah hilang kesabaran...

- Ibu : PUTUSKAN CEPAT PACARMU..........!!!!! (sambil marah")

Si cowo hanya bisa diam karena bingung untuk memilih sang pacar atau orang tuanya...
Akhirnya si cewe pun berbicara kepada ibu cowo'nya,,,

- Si cewe : Nda mau ka diputuskan tante...(dialeg makassar) (sambil bercucuran air mata)
- Ibu : Pokoknya kalian berdua harus putus,,,gara-gara kau anak ku jadi tidak lulus ujian...
- Si cewe : Tapi saya sayang anak ta tante....(dialeg makassar)
- Ibu : Sayang, sayang,,,pale mu peang.....

Si ibu pun menarik anak laki-lakinya untuk pulang.....
tapi si cewe tetap bertahan dan menarik tangan cowo'nya sambil menangis...
hiks,,,hiks,,hiks,,hiks...
.
namun apa daya,,,
si ibu tetap menarik anaknya untuk pulang...

kini, Sampai ibu dan anaknya pulang belum ada kejelasan bagaimana dengan hubungan mereka

apakah PUTUS, BACKSTREET atau KAWIN LARI........
hanya mereka yang tau........

Ternyata Ujian Nasional bukan hanya menentukan nasib pendidikan seseorang
tetapi juga hubungan percintaaan seseorang....

SUNGGUH TRAGIS....

Sekian kisah nyata yang singkat dan mirip sinetron ini.....



Pertanyaan untuk Tuhan

Hening. Pekat malam dingin menerobos tulang rusuk. Sunyi hampiri seantero bumi. Bulan serta bintang menebar pesona indah lewat kilau cahaya yang megah. Planet-planet yang bermukim di sana menjadi tempat akhir tujuan perjalanan malam. Taman langit menjadi tuan rumah, seakan membuka lebar pintu rumahnya untuk para tamu agung yang ingin mampir ke pesta miracle itu. Apakah keagungan Tuhan yang maha menakjubkan ini akan terus abadi? Atau hanya sebatas mimpi seorang anak manusia yang ingin melihat indah dunia penuh fana ini.
Tersentak bangun dari tidur, anak lelaki bermimpi akan surga yang menghampirinya. Anak lelaki itu pun sejenak terdiam, berkhayal tentang apa yang ia mimpikan. Sigap, anak itu pun mengambil air wudhu, melaksanakan shalat subuh. Setelah shalat, sang anak berdoa dengan khusyuk.
”Tuhan, ingin sekali aku melihat jagat raya ini semenjak semula Engkau menciptakan-Nya. Pastinya dunia pada saat itu masih terlihat indah dan jauh dari hal-hal kotor. Tuhan, apakah ada yang dinamakan surga dunia? jika ada, seperti apakah itu?. Mungkinkah surga dunia itu hanya bisa dinikmati oleh orang-orang tertentu sajakah, Tuhan?. Karena selama ini hamba tak pernah sekali pun merasakannya. Yah! mungkin karena kondisi keluarga hamba sangat sulit menghadapi kehidupan yang kamuflase ini. Maafkan hambamu ini, ya, Tuhan, jika lancang. Tapi, hambamu ini hanya manusia biasa yang dibuai penasaran tinggi akan keadilanmu. Pahit hidup yang membuat hamba sering kali berkhayal akan datangnya sebuah tawaran dari surga. Dan mengajakku bersama saudara-saudaraku yang berada di jalan mengais rezeki yang tak kunjung pasti untuk menikmati tawaran dari surga itu. Mungkin jika tawaran itu ada dan mempunyai syarat untuk melewatinya, saya akan berjuang untuk mendapatkannya.”
“Saya hanya anak manusia yang tak lebih dari seorang pecundang. Hidup tak mampu membahagiakan keluarga dan saudara-saudara hamba. Mengapa hamba sering kali mempertanyakan surga dunia, walaupun hambamu ini tahu akan ada surga lain di sana yang lebih indah dari surga dunia. Tuhan, mengapa sesuatu yang indah itu harus dibayar mahal?. Mengapa beberapa makhlukmu tidak bersyukur dengan apa yang Engkau berikan?. Apa sebenarnya yang membuat seorang makhlukmu itu ingin menguasai dunia?. Bukankah itu tidak diperbolehkan, Tuhan?. Itu artinya makhlukmu itu ingin mendahului takdir yang sudah kau tetapkan?. Tuhan, mengapa jika terjadi sesuatu di dunia ini, selalu saja takdir yang menjadi kambing hitramnya?. Berati sama halnya menginterfensi kebesaran-Mu Tuhan sebagai pencipta?”
“Sekali lagi, maafkan hambamu ini yang sudah lancang atas pertanyaan pada-Mu. Kamuflase hidup yang membuat hamba menjadi seperti ini. Kadang hamba bertanya mengapa di dunia ini ada kaum miskin dan kaum yang kaya?. Banyak orang-orang di sana yang hidup berlebihan dan sangat indah dari kami ini. Dan seharusnya mereka yang hidup berlebih itu juga punya hati dan fikiran? Tapi, faktanya mereka seakan dicuci otaknya dengan hal-hal yang berlebihan. Memberi pun tidak ingin, malahan dengan sengaja membuat diri mereka terbuai dalam limpahan dan nikmatnya dunia. Menghalalkan segala cara untuk tetap seperti itu. Bukankah itu tidak pernah kau ajarkan pada makhlukmu, Tuhan?. Bukan juga bermaksud iri hati. Tapi, saya seorang manusia yang ingin mengetahui segala sesuatu yang rasional. Bukankah yang nyata itu rasionil dan yang rasionil itu nyata?. Tuhan, akankah hambamu ini bisa merasakan nikmatnya dunia dan surga? Dalam diri hamba sudah tertanam sejak lahir kehidupan yang sangat jauh dengan kenikmatan. Tapi, meski begitu, hamba patut bersyukur, karena hamba akan terus memperjuangkan hak hamba sebagai makhluk Tuhan yang diambil oleh beberapa makhlukmu yang serakah. Hambamu ini juga sangat bersyukur karena engkau menciptakan hamba sebagai seorang anak manusia yang akan mengubah dunia pada sistem yang lebih baik.”
“Bukannya ingin menjadi seperti Fir’aun yang mengganggap diri sebagai Tuhan. Melainkan mengubah dunia dengan memperjuangkan hidup yang kamuflase ini. Karena ada banyak di antara makhluk-makhlukmu yang tergoda rasukan setan untuk menguasai dunia. Hambamu ini berjanji akan mempertahankan apa yang sudah Engkau rahmatkan pada kami. Tak ada yang boleh berlebih dan yang kekurangan. Bukankah di mata-Mu semua makhluk itu sama? Keindahan dunia ini sudah memudar ataukah cinta yang hanyut terbawa dalam arus kehidupan?. Dunia ini bagai panggung sandiwara yang pada dasarnya setiap makhluk-Mu mendapat lakon yang berbeda-beda.”

Menurut sang anak, hidup seperti ini membuat kita lebih memahami dunia untuk sesuatu yang lebih jelas.
 

Lorem

Ipsum

Dolor