Teruntuk dia
yang tlah hadir dalam hidupku, dia yang memberikanku kehidupan dan padanya yang
telah mewariskanku wataknya. Apa kabar, pak ? Apa kau sudah baikan ? ini
merupakan kali ketiga aku menuliskan surat
buatmu, namun kau tak kunjung membalasnya. Bahkan membacanya pun sudah
enggan!!!
Apa kau masih
marah padaku ? hanya karena mendapatiku merokok disudut rumah kini kau tak
sekalipun memalingkan wajahmu padaku.
Pak, aku masih
ingat sewaktu aku kecil dulu. Kau sering memarahiku, membatasi ruang gerakku dan
bahkan kau sering memarahiku mana kala ini itu tak sesuai dengan jalan
pikiranmu. Pak, aku memang mewarisi watakmu yang keras, tak sekalipun aku
menuruti nasihatmu. Aku membangkang dengan segala alasan yang aku miliki.
Masih teringat
jelas ketika kau melarangku untuk bermain hujan, manakala anak-anak seusia
menikmati bahagianya bermain hujan, aku hanya mampu berdiri kaku didepan pagar
rumah yang kau buat kokoh itu. Aku tahu kau mencemaskan kesehatanku kelak, tapi
aku ingin bermain, pak!! Berkumpul dan tertawa dengan rekan sebayaku. Semua
mainan plastik yang kau berikan padaku, itu tak berarti. Semua itu bak semua
gunung yang menumpuk dikamarku. Aku bukan kucing peliharaan yang akan selalu
bersama tuannya dan termenung dikandang menikmati “kebahagiaan” yang diberikan
tuannya.
Aku anakmu,
pak!! Anak yang berusia minim. Aku tak ingin menghabiskan masa kecilku
dihadapan layer TV. Lihat ketika aku bermain hujan, disana aku tertawa,
terjatuh bersama teman-temanku. Meskipun pakaianku kerap kotor karena percikan
lumpur dilapangan sepak bola, tapi aku bahagia pak bisa berbagi dengan mereka.
Aroma hujan itu!! Kau pasti juga pernah merasakannya.
Pak, ingatkah
kau ketika aku terbaring lemah dihadapanmu ? kau menangis pak!! Ia menangis !!
kau cengeng!! Jangan salahkan aku ketika menyirammu dengan air minumanku, aku
benci tangisan pak!!
Pak, aku berlari
dibawah terik, hujan ataupun malam. Aku bermain!!
Layangan, aku
sangat menikmatiknya disiang hari dan manakala hujan, bermain sepakbola adalah
kegemaranku. Masih ingatkah kau dengan hadiah sepeda yang kau berikan padaku ?
aku menggunakannya pak.
Jangan pernah
salahkan aku pak, karena aku juga tak pernah menyalahkanmu sekalipun. Kau
sering meninggalkanku seharian dirumah tapi aku tak pernah mengeluh, aku sepi
pak!! Ku tahu kau sedang mencarikan nafkah buatku, aku tak pernah mengeluh!!
Disaat usiaku
kian bertambah dan kesehatanmu kian menurun , tak sekalipun kau memarahiku. Kau
sudah enggan!!
Pak, aku masih
anakmu. Umur ini hanya merupakan hukuman yang alam berikan karena hidup
didalamnya. Apakah cintamu kian luntur dengan bertambahnya usisaku ?
Pak, aku rindu
dengan segala bentuk kemarahanmu. Maafkan aku yang sedari dini sering membuatmu
marah yang membuatmu semakin menunjukkan kejantananmu dihadapanku.
Pak, masih
banyak tentang kau yang hidup dibenakku. Mencuri uangmu disaat kau sedang
tertidur, menyembunyikan sendalmu agar kau tak keluar meninggalkanku sendirian,
atau bahkan kebersamaan kita disaat iseng memasang judi togel yang membuat ibu
memarahaimu habis-habisan.
Pak, bekas luka
dikakiku akibat pukulan lidimu semakin mengingatkanku bahwa kau sangat
mencintaiku. Pak, sekarang aku tlah dewasa. Aku ingin melanjutkan cita-citamu
yang sempat kau bisikkan disaat aku terbaring lemah dulu. Meskipun kini aku tak
tahu keberadaanmu, tapi aku tahu kau sedang mengintip membaca tulisan ini
dibelakangku disaat aku sedang menulis surat
ini. Pak, aku masih ingat kau pernah berjanji akan menemaniku kelak jika aku
sudah dewasa untuk minum kopi diwarung pojok dekat rumah. Tapi, kedewasaanku
justru membuatmu pergi meninggalkanku.
Jakarta, 21 Oktober
2012
Sebulan sebelum kelahiranku. Aku
Benci Tangisan, Pak !!!
Ketika kebijakan bersumber dari kepentingan pribadi, akan dibawah kemana kami ?
Hari ini suasana jalan dikota tempatku bermukim sama seperti
biasanya, padat, pengap dan rentetan suara klakson kendaraan bermotor silih
berganti. Pagi itu suasana cukup bersahabat, matahari lagi semangat-semangatnya
memancarkan sinarnya untuk mengalahkan semangat manusia yang hendak
beraktivitas. Perlahan ku langkahkan kakiku menuju pagar rumah, ada segenap
aktivitas pagi yg ingin ku realisasikan.
Hari itu aku telah berjanji akan mengunjungi temanku,
rumahnya disekitaran salemba. Berbekal janji itu lah aku mantap melangkah…
Seperti biasanya, hal-hal yang berarti kadang terjadi
diwaktu yg tak terjamahkan oleh pikiran…
Busway, kendaraan umum inilah yg cukup akrab bagi orang
sepertiku dan khalayak. Menuju arah senen merupakan tujuan pertamaku. Berdesak-desakan
menunggu kedatangan busway merupakan suatu hal yg lumrah, selain itu kondisi
jalan yang padat bak sepasang daun dan pohonnya, yang akan terasa aneh jika tak
beriringan. Matahari pun mantap menyinarinya. Namun dengan hadirnya pendingin
ruangan di kendaraan tersebut membuatku sejenak mengabaikannya.
Setiba dihalte senen, aku pikiranku sempat berkecamuk. Apakah
aku melanjutkan perjalanan kerumah temanku dengan menyambung busway lagi
dihalte sebelah, ataukah melanjutkannya dengan kendaraan umum yang lainnya,
sebut saja bajaj atau mikrolet. Akhirnya langkah ku pun mantap memilih
mikrolet. Pilihan tersebut bukan tanpa alasan, alasan pertama dan utama yakni
aku teringat perkataan teman ku, namanya gilang namun kadang disebut ramos “raul
lemos”, “terkadang dengan menggunakan kendaraan umum kita dapat menemukan
jawaban atas permasalahan atau beban pikiran kita”. Menurutku hal ini cukup
masuk akal, ketimbang menggunakan pribadi namun pikiran kita fokus pada
jalanan, akan jauh lebih baik jika pikiran kita dipergunakan untuk yang
lainnya. Alasan kedua, tentunya lebih efektif. Ketimbang harus mengantri lagi
dan menunggu kedatangan busway.
Dengan bantuan lampu merah, aku pun mantap menyeberangi
jalan. Sekedar informasi saja kendaraan disini begitu liar, hanya lampu merah,
macet dan kecelakaan saja yang bisa menghentikannya. Hari itu aku menggunakan
mikrolet dengan nomor ??? (lupa kodenya), ketika aku naik tampak sudah ada
beberapa orang didalam mikrolet tersebut. Dua diantaranya merupakan wanita yang
umurnya sudah mulai uzur. Ku putuskan untuk duduk dibangku paling belakang,
pertimbangannya karena aku ingin dekat jendela dan duduk disamping ibu-ibu
tentunya bisa jauh lebih aman dari penodongan.
Pada saat-saat dimikrolet inilah kemudian aku mendapatkan
sebuah pengalaman, kisah yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Waktu itu
(yang masih teringat), telepon seluler dari salah satu wanita yang saya maksud
diatas bordering, wanita tersebut mengangkatnya dan kemudian berbicara tidak
begitu lama lalu memberikannya ke wanita yang satunya. Dari dialegnya, aku
yakin dia bukan penduduk asli disini (jawa), dalam hematku dia pasti tidak
jauh-jauh dari aku (kampung halamanku, Sulawesi). Ia berbicara begitu cempreng
dan menggunakan bahasa daerahnya. Yang aku dapatkan dari pembicaraan ia sedang
marah, marah akan kondisi, nasib dan tuannya.
Berdasarkan percakapan yang kudengar, semua berasal dari
seorang anak. Mungkin anaknya, keponakannya ataupun keluarganya. Nama anak itu
silfa,sifa atau ifa (saya tidak mengingat pastinya). Saya memastikan kalau anak
itu sekarang masih duduk dibangku sekolah menengah (SMA), kesimpulan ini
kudapat karena dalam percakapan tersebut anak itu hendak melanjutkan sekolahnya
keperguruan tinggi.
Dalam percakapan tersebut, sang anak mengutarakan
keinginan, harapan atau cita-citanya kesalah satu keluarganya yang kemudian
keluarganya tersebut meneruskannya ke wanita yang ditelepon tadi. Ia (anak itu)
mengatakan bahwasanya ia berkeinginan untuk melanjutkan sekolahnya dibidang
kedokteran (cita-cita pasaran untuk anak Indonesia), namun hal ini kemudian
ditanggapi negatif oleh wanita tersebut.
“kalau bermimpi jangan tinggi-tinggi dan sadar diri. Kita ini
bukan siapa-siapa, bahkan sampai kau menjual seluruh harta benda orang tuamu
belum tentu kau bisa masuk jurusan kedokteran”, ujar sang wanita
“kalau begitu dokter gigi saja, kata anak tersebut” yang
kemudian disampaikan oleh sang penelpon (saya tidak mengetahui jenis kelamin si
penelpon)
“dokter gigi sama saja, sama-sama ada dokter didepannya”
celetuk sang wanita itu
“yah kalo begitu jurusan apa saja, yang penting berhubungan
dengan kesehatan ” sambung si penelpon menyampaikan keluhan anak tersebut
“ yah sudah masukkan saja dia disekolah kesehatan, tidak usah
dimasukkan keuniversitas. Dapat uang dari mana. Sekarang pintar mahal, bisa
sekolah sampai SMA saja itu sudah syukur” jawab si wanita
“ie ie” jawab si penelpon
Kemudian telepon pun berakhir (percakapan menggunakan bahasa
bugis dan telepon ibu tersebut kayaknya diloudspeaker karena terdengar nyaring
ditelingaku).
Pasca mendengar percakapan telepon tersebut aku sempat
berpikir dan tanpa sadar gank rumah temanku sudah lewat. Aku pun turun dari
mikrolet dan menyebrang jalan sambil berfikir keras apa yag baru saja ku
dengar.
Pintar untuk si kaya, bodoh untuk si miskin. Apakah kondisi
kemiskinan merupakan faktor utama penghalang orang untuk mencapai harapannya ?
atau hanya anak tersebut saja yang malas dan menjadikan kemiskinan sebagai
kambing hitam ? aku kacau dalam beberapa saat. Semua buku yang pernah ku baca
dan pengalaman yg pernah ku dapat, ku bongkar satu persatu dalam pikiranku. Aku
hendak mencari jawabannya.
Kapitalisasi pendidikan, arogansi pendidikan, pendidikan
pilih kasih, kebobrokan system dan manusianya, omong kosong para orator politik
dan lain sebagainya berkecamuk dipikiranku. Aku kacau, sebagai orang yang berpendidikan
aku tak tahu harus menjawab apa. Aku tak punya kuasa dan materi untuk
menjawabnya. Sebagai orang berpendidikan harusnya aku bisa menjawab percakapan
tadi tak mungkin mencari-cari dan melempar kesalahan.
Aku kacau !
Pesanku bagi teman-teman yang membaca ini, tolong sampaikan
ini kepihak yg mempunyai wewenang untuk menjawabnya atau pihak yang bisa
menyelesaikannya. Entah itu birokrasi yang berpakaian rapi, dosen yang lebih
senang mengerjakan proyek ketimbang mengajar, rektor yang senang keluar kota
maupun negeri serta katanya menghadiri pertemuan studi banding, atau konglomerat
bermuka baik berhati jahat. Oh ia satu lagi, mahasiswa yg berpaham “kecualisme”,
mahasiswa yg jika sesuatu hal yg bersebrangan dengan pikiran dan nafsunya maka
itu adalah sebuah kesalahan dan harus dilawan tapi jika sesuatu hal tersebut
memiliki kepentingan dan pengaruh bagi dirinya meskipun hal tersebut SALAH SAMA
SEKALI maka itu adalah sebuah PENGECUALIAN titik
Mungkin tepat juga semoboyan dinegeri ini, "pemuda adalah harapan bangsa". pemuda yang orang tuanya memiliki pengaruh dan harta yang berlimpah.
"Semoga hari dimana orang-orang saling mengerti akan tiba"
Akhir-akhir ini seperti ada sesuatu yang aneh menurutku,
khususnya mengenai kematian dan tobat. Yah semua berawal dari beberapa pekan yg
lalu. Pasca kecelakaan yang menimpaku. Tepatnya diawal bulan juni lalu, saya
mengalami kecelakaan motor yang mengakibatkan sekujur tubuhku terluka, mulai
dari kepala, tangan dan kaki, hingga beberapa luka memar ditubuhku. Kecelakaan tersebut
bahkan membuatku harus dirawat inap disalah satu rumah sakit karena tak
sadarkan diri. Walaupun kini semuanya telah membaik, tapi yang membekas
dikepalaku hingga kini yakni perkataan dokter itu “kamu mengalami geger otak
ringan”. Sontak sekujur tubuhku merasa lemas, seakan tak mempercayai perkataan
tersebut, terlebih lagi ketika kecelakaan tersebut tak seorang pun anggota
keluarga yang menemaniku (karena saya sedang berada jauh disana), rasa sakit
yang kualami semakin bertambah, batin dan fisik. Terkadang aku ingin mengaduh
kesakitan tapi yang ada hanya sebuah pulpen dan secarik kertas yang menemani. Meskipun
ada seorang teman (teman kost), tapi itu tidak cukup membantu. Ia hanya datang menemani
ketika malam tiba, berhubung ia juga memiliki aktivitas keseharian, but
actually it doesn’t matter.
Pasca kecelakaan tersebut, yang terpikir olehku ialah
kematian. Bagaimana tidak, beberapa bulan yang lalu salah seorang teman lama ku
berpulang kerahmatullah. Beberapa jam pasca operasi (terdapat luka dalam,darah,
dikepalanya) ia menghembuskan nafas terakhirnya. Hal ini terus membayangiku,
beruntung kecelakaan tersebut tidak mengakibatkan luka dalam di bagian
kepalaku.
Layaknya orang yan takut mati, aku pun berdoa agar diberi
umur panjang. Mungkin ini bisa disebut sebagai sebuah kemunafikan. Hanya pada
saat-saat terpojok saja baru aku memohon, berdoa bahkan melaksanakan perintahnya
( mungkin bisa disebut Tobat). Shalat lima waktu yang dulunya sering bolong,
kini penuh melompong aku jalani. Berinfaq, aku pun semakin sering melakukannya.
Jauh hari kemudian, tepatnya malam 14 juli 2012. Aku menonton sebuah
film yang berjudul “Afterlife”, sebuah film yang mengisahkan sepasang mahluk
tuhan yang dimabuk cinta. Namun sang
wanita enggan mengutarakan perasaannya karena trauma yang disebut “trust”. Sampai
suatu ketika sang wanita mengalami kecelakaan hebat yang menyebabkan kematian
(kalau tidak salah si wanita bernama tayloor/anna). Ia begitu menyesal dan
penasaran karena tak dapat mengutarakan isi hatinya kepada sang lelaki. Disebuah
rumah (yang mengurusi mayat sebelum dikebumikan), ia menceritakan rasa
penasarannya tersebut kepada sang pengurus mayat. Agak aneh menurutku, karena
sang pengurus mayat memiliki kemampuan untuk berbicara dengan mayat [seperti
nabi daud, yunus, isa (lupa persisnya)].
Aku masih ragu apakah sang perempuan tersebut memang telah
mati sebelum dibawa kebagian pengurusan mayat atau sang pengurus mayat lah yang
menguburnya secara hidup-hidup dengan menyuntikkan suatu cairan (saya hanya
menontonnya separuh).
Keanehan, kebetulan atau apalah kian berlanjut. Ketika aku
membuka suatu situs jaringan sosial, fb, terdapat temanku yang sedang
membicarakan “neraka”. Mereka ialah Ana, Tiana dan Bunga (tolong sampaikan ke
mereka kalau diskusi mereka ada dalam bagian tulisan ini, maaf tanpa memberi tahu terlebih dahulu).
Berawal dari status ana “Berhentilah merokok! Kata mamaku,
surga tidak menyediakan api untuk para perokok.”
Yang kemudian direspon oleh tiana dan bunga dengan diskusi
hangat nan ngawur
Tyan Tyana Untung
sy tidak merokok
Harpiana Rahman
Makanya, sy juga cari calon suami yang tidak merokok. Spya dia tdk perlu ke
neraka untuk cari api.
Tyan Tyana
Harusnya ada yg tersinggung sm komen mu td haha
BuNga Noor Hidayah
na bilang karni ilyas,,klu perokok itu nd masuk surga,,dia lebih memilih u/
tdak masuk surga....wkwkwkwkwkwkwk
Tyan Tyana Kasian
tawwa kl mo skli merokok, ndada api d surga.
BuNga Noor Hidayah
aiiihh,brarti jelek ji surga cz ada ji yg nd ada....hahahahaa...
Harpiana Rahman
Iy..apiji yg tdk sediakan d sana..jd mw merokok,silahkan ke neraka,.apinya
disana bakal bisa dipake membakar rokok.wkwk
Harpiana Rahman
Eits,jgn salah..surga adalah kawasan bebas asap rokok.
BuNga Noor Hidayah
ahh,,pzti surga jga nnti ada ji smooking roomx tawwa...kan na bilang guru
agama,smua mi ada d surga,,bisaki minta apa saja nnti d surga..
Tyan Tyana Ini ngomong
apesih. Kyk tong bs masuk surga. Wkwk
Selang keesokan harinya, ketika saya hendak mencari makan keanehan atau apalah pun berlanjut. Terjadi sebuah kecelakaan di
flyover (jalan layang), dimana pengendara tersebut meninggal akibat kecelakaan
dan jatuh dari fly over.
Waw it sounds great, jika diskemakan
kecelakaan-imajinasi-film-diskusi-dan pada akhirnya kematian. Hmm tanpa
bermaksud melebihk-lebihkan it is like a final destination film.
Lanjut, berdasarkan dari pengalam hidup saya dan pelajaran
agama yang saya dapatkan, dikatakan bahwa tak ada satupun didunia ini yang
abadi kecuali Allah SWT. tapi dalam hematku itu terdapat kekeliruan, karena
menurutku RASA SAKIT akan kekal menemanimu sepanjang hidupmu. Entah itu sakit
secara fisik maupun batiniah (silahkan mereview pelajaran agama masing-masing). meskipun kini keadaan ku sudah baikan.
So, belajarlah mengenal rasa sakit, bersahabat dengannya. Karena ia yang akan
sebetul-betulnya menjadi teman sejatimu. Bahkan ia yang akan menentukan hidupmu
kelak....
(pengalaman rasa sakit [jgn dipahami secara sempit] ).
Malam ini seperti sebuah pagi yang mendung, segera
kulangkahkan kakiku menuju rumah. Diatas angkutan umum kota, hujan deras tampak
membasahi jalanan kota yang begitu pengap, tak lupa kepulan asap dari keringat
buruh kuhempaskan. Aku berpikir keras, aku belum bisa menjamin apakah keadaan
ku akan baik-baik saja setelah malam ini. Entah mengapa, aku merasa akan ada banyak
hal buruk semenjak malam ini. Seperti sebuah siklus kutukan. Badai pasti akan
reda, tapi pasti akan ada badai lagi.
Telepon dalam tas ku berdering kembali, tapi dari nomor yang
berbeda. Aku ragu, aku mau menerimanya, tapi tiba-tiba terlintas pikiran, kalau
kamu tidak menerima telepon itu, yang menelpon barusan akan menghubungimu
kembali, Terima saja !. Aku segera menerima telepon itu, tapi lagi-lagi,
telepon itu mati. Tak ada sedikit suara pun diseberang. Itulah takdir bagi para
peragu, tidak bisa mengambil tindakan tepat.
Yah, menurutku apa yang kamu makan akan berpengaruh besar
dengan apa yang kamu pikir dan akan berpengaruh besar terhadap keseluruhan hal
yang kamu kerjakan. Sebut saja namaku anton, usiaku kini menginjak seperempat
abad. Teman-teman sering memanggilku kedar, kekar dada rata, namun dalam
mitologi bangsa yahudi, kerda merupakan suatu bangsa yang terletak dibagian
paling timur dunia yang menjadi penghalang masuknya “tuhan” bangsa yahudi. Didaerah
tersebut merupakan daerah yang memiliki kekayaan berlimpah sekaligus pintu
masuk yang dimukimi bangsa yahudi. Namun, hal ini berubah ketika bangsa kedar
menjajah bangsa yahudi yang tinggal didaerah tersebut.
Kembali ke laptop…
Sewaktu SMA, aku bersekolah disalah satu sekolah terbaik
dikampungku, bandung. Disana aku mempunyai sahabat yang bernama ajeng, nama
yang khas untuk orang yang berasal dari pulau tersebut. Kami berdua merupakan
siswa teladan dan telah mendapatkan begitu banyak prestasi. Mulai dari
olimpiade (kimia) tingkat daerah sampai ke tingkat nasional. Ketika olimpiade
nasional, aku menduduki peringkat kedua dan teman ku lah yang menjadi
jawaranya. Kami begitu bangga membawa pulang piala tersebut kesekolah kami. Selang
waktu berlangsung, temanku kemudian melanjutkan kuliahnya ke eropa, beasiswa
dari pemerintah setempat, sedangkan aku lebih memilih melanjutkan kuliah ku di
universitas gajah mada jurusan kimia. Pertimbangan dekat dengan keluarga
merupakan alasan utamanya.
empat tahun berselang aku pun menyelesaikan kuliahku dan
langsung mendapatkan pekerjaan di perusahaan asing yang beroperasi dinegaraku. Penghasilanku
cukup lumayan, setidaknya setiap bulan ada yang tersimpan dalam tabunganku. Bahkan
aku mendapatkan fasilitas rumah dan kendaraan pribadi. Karirku menanjak drastis,
empat tahun setelah aku bekerja, aku kemudian dipercayakan menjadi sebagai
kepala manajer diperusahaan tersebut dan tentunya kebutuhan ku pun kian hari
kian bertambah. Dunia seolah-olah begitu sempit, hanya dalam sepekan aku bahkan
dapat mengelilingi Negara ku, perjalanan dinas. Kemanapun aku pergi, aku selalu
disanjung dengan fasilitas yang mewah. Tak lupa keluarga ku pun mendapat
jipratan atas kesuksesanku, berawal dari rumah tipe 21 kemudian aku sulap
menjadi tipe 72 yang memiliki dua lantai.
Waktu berselang, aku mulai merasa ada yang hilang dari
diriku. Aku tidak dapat bersosialisai dengan warga kompleks ku, bahkan aku sama
sekali tidak mengenal tetangga rumahku. Ketika membuka buku-buku sewaktu kuliah
dulu, aku bahkan tak mengerti dan dibuat pusing. Tentu saja dalam kondisi
tersebut membuatku tak ingin berlama-lama dengan buku tersebut. Yang ada dalam
benakku hanya bagaimana sesegera mungkin menyelesaikan pekerjaan kantor dan
mendapatkan karir yang lebih cemerlang.
Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku dan mengatakan “bang, mau
turun dimana ? ini sudah malam”. Aku pun serentak turun dan membayar uang
angkot. Sesampai dirumah aku langsung terlentang dikasur, mungkinkah dengan
menggunakan transportasi umum aku dapat mengenang masa-masa kuliah dulu atau
bahkan dapat merasakan penderitaan orang-rang kecil ?
Aku terancam kacau untuk jangka waktu yang tidak kuketahui. Aku
orang yang sangat lelah, juga marah. Marah melihat keadaan.
Lalu semua kembali menjadi hening dan tenang. Tubuh dengan kesadaran
yang ringan menyertai kepergianku…
Dalam hidupku, aku hanya punya satu kesimpulan besar; pergi….
Penyelesaian konflik di Papua
terhambat oleh masih adanya ‘tembok’ yang memisahkan Papua dengan Jakarta.
Persoalan tersebut adalah masalah ketidakpercayaan. Hal itu membuat apapun
upaya yang selama ini diinisiasi pemerintah, gagal dan membutuhkan dialog sebagai
pembuka jalur penyelesaian. ketidakpercayaan rakyat Papua telah lama terjadi.
Hal itu juga dipicu oleh langkah pemerintah sendiri dalam merespons konflik
Papua. Misalnya, keberadaan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejak 1965, yang
dijawab pemerintah dengan menurunkan tentara. Sayangnya, tentara saat itu tidak
hanya menembaki para anggota OPM, melainkan juga membakar kampung-kampung dalam
rangka mendukung upaya tersebut.
NEGERI YANG TAK PERNAH ADA
KEDAMAIN.
Penulis sengaja katakan negeri
yang tak pernah ada kedamain karena Papua kapan saja dimana saja bisa damai,
bisa senang dan bisa mencekam hal itu bukan menjadi hal yang tabu setiap
tanggal 1 Desember Rakyat Papua tahu mereka akan terusik, sebelum HUT RI 17
Agustus pasti ada upaya pengibaran bintang kejora dan berbagai macam cara dan
bentuk Papua tidak aman, serta berbagai aksi penembakan sewaktu-waktu bisa
kembali terjadi oleh Orang Tak di kenal. Dan terlebih stikmanisasi orang Papua
yang terus membunuh karakter bangsa Papua, Ini bukan kali pertama terjadi
konflik ini telah dimulai sejak Indonesia menguasai Papua sejak tanggal 1 Mei
1963 dan hingga kini, persoalan Otsus banyak belum dituntaskan secara
komperhensif dan menyeluruh. Baik itu persoalan Hak Asasi Manusia (HAM),
persoalan ekonomi, dan masih banyak persoalan lainya dan rentetan dari
persoalan-persoalan inilah yang menimbulkan stigma orang Papua mungkin bukan
orang Indonesia, layaknya seperti orang Indonesia lain sehingga rasa ketidak
percayaan orang Papua semakin tinggi, ketidakpercayaan ini diperlihatkan
melalui beberapa cara. Yaitu mendesak perlu ada dialog antara pemerintah
Indonesia dan orang Papua dan tuntutan referendum yang dimunculkan terutama
dari kalangan pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam berbagai forum-forum
ekstrim di papua.
Buntutnya pergolakan demi
pergolakan terus dilakukan untuk meminta pengakuan yang sama sebagai warga
negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka menyelesaikan konflik Papua,
telah melakukan sejumlah operasi militer secara besar-besaran di tanah Papua.
Operasi militer yang menewaskan warga atau masyarakat sipil, merusak fasilitas
tidak dapat ditolelir sebagai kelasiman prosedur militer, rasanya tidak ada
prosedur baku seperti itu, ini cara-cara tersebut merupakan pelanggaran berat
atas HAM, terlebih kepada masyarakat sipil, dan juga melanggar aturan sebagai
operasi militer, mereka harus melindungi nyawa masyarakat sipil dan konflik
yang berlarut-larut. Banyak kalangan menilai operasi militer yang kurang
selektif dan diskriminatif, telah menumbuhkan perasaan tidak senang yang
meluas.
Padahal untuk menyelesaikan
masalah Papua menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) “pemerintah
perlu suatu strategi untuk identifikasi susber-sumber komflikya lebih dulu
secara jelas. Upaya penyelasaian dengan jalan kekerasan tentu tidak akan
menyelesaikan konflik Papua, selain dengan jalan damai. Banyak pihak sudah
mengumandangkan pentingnya dialog antara pemerintah dan orang Papua atau dialog
Jakarta dengan Papua untuk menyelesaikan konfilk secara damai karena pengalaman
dan sejarah Papua memperlihatkan bahwa kekerasan tidak pernah menyelesaikan
konflik Papua. Kekerasan malah menambah jumlah korban dan memperbanyak masalah.
Maka penyelesaian konflik Papua hanya melalui jalan damai yakni dialog, Baik
itu dialog internal orang Papua, warga Papua, wakil-wakil orang Papua di dalam
dan di luar negeri dan dialog pemerintah Indonesia dengan orang Papua karena.
Dialog merupakan suatu kebutuhan yang mendesak untuk mencegah pertumpahan darah
di masa depan.
Pernyataan ini (Dialog) merupakan
satu topik utama yang selalu muncul sebagai tuntutan disetiap aksi-aksi
(Demonstrasi) yang dilakukan oleh orang Papua. Namun tidak pernah terealisai.
padahal komitmen Indonesia untuk menyelesaikan konflik Papua secara dialog
sudah dinyatakan secara publik. Oleh berbagai pihak seperti pernyataan Mentri
Luar Negeri Hasan Wirayuda yang mengumumkan niat pemerintah yang mengutamakan
solusi tanpa kekerasan. dan DPR RI selaku pihak legislatif telah memperlihatkan
pentingnya dialog untuk menyelesaikan konflik Papua. Pandangan DPR ini
diungkapkan oleh Komisi I yang membidangi Pertahanan dan Masalah Luar Negeri
melalui Ketuanya Teo L Sambuaga, yang mendorong pemerintah sebaga pihak
legislatif agar segera mengadakan dialog nasional dan lokal untuk menyelesaikan
konflik Papua.
Semua komiten pemerintah ini
sesuai dengn niat atau komitmen pribadi Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang
berkehendak mengatasi berbagai persoalan di Indonesi dengan tiga pendekatan
utama, masing-masing keadilan, demokrasi dan damai. Untuk menyelesaikan konflik
Papua harus secara damai dan demokratis seperti penyelesaian konflik di
Nanggroe Aceh Darussalam “Papua sudah sangat jelas, Kita akan mengedepankan
cara-cara demokrasi dan damai seperti di Aceh” . Banyak pihak sudah mengumandangkan
dialog antara pemerintah dan orang Papua atau dialog Jakarta-Papua untuk
menyelesaikan konflik Papua secara damai. Namun hingga kini belum ada suatu
konsep tertulis tentang dialog Jakarta-Papua yang dikehendaki oleh pemerintah
dan orang Papua.
Desakan dialog yang kuat dari
berbagai kalangan yang dituangkan dalam suatu konsep tertulis untuk
menyelesaikan konflik Papua dengan cara dialog dan TIDAK BERBICARA SOAL
MERDEKA.
“Untuk keluar dari
konflik berkepanjangan ini, pemerintah jangan lagi menggunakan pendekatan
keamanan. Sebab, harus menempuh dialog berlapis. Mulai dari dialog di internal
Papua, dialog antara pemerintah, serta yang terpenting adalah dialog antara
Papua dengan Jakarta,"
Papua merupakan
provinsi terbesar di Indonesia yang terletak di bagian tengah atau bagian
paling timur Irian Jaya (West New
Guinea), dimana bagian timurnya merupakan wilayah teritori negara Papua
Nugini (East New Guinea). Provinsi Papua dulu mencakup seluruh
wilayah Papua bagian barat, sehingga sering disebut sebagai Papua Barat terutama oleh Organisasi Papua
Merdeka (OPM),
gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk
negara sendiri. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (NederlandsNieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah berada bergabung
dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia, wilayah ini dikenal
sebagai Provinsi Irian Barat
sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga 2002, dan
kemudian mengalami pemekaran sehingga kembali menjadi propinsi Papua
Barat-Manokwari dan propinsi Papua-Jayapura.
Pada Februari 1623,
pelaut Belanda Jan Cartensz yang berlayar di sebelah selatan Pulau Papua
melaporkan dalam jurnalnya: suatu pagi yang cerah mereka menyaksikan suatu
gunung tinggi yang puncaknya berwarna putih. Ketika itu, banyak orang di Eropa
menyangsikan laporannya dan menganggapnya sebagai pembual ketika ia mengatakan
bahwa di suatu wilayah khatulistiwa terdapat gunung salju abadi. Beberapa
peneliti yang tertarik dengan laporan “bualan”-nya itu kemudian melakukan
serangkaian ekspedisi ke Pegunungan Nemangkawi.
Pada 25 April 1960,
Nederlands Nieuw Guinea Petrolium Maatschappy (NNGPM) melakukan pendakian dalam
skala besar kepegungan bersalju Nemangkawi, dipimpin A.J. Wintrachen dari
Belanda dan seorang geolog Amerika, D. Flind. Ekspedisi kali ini juga merupakan
kelanjutan dari dari ekspedisi sebelumnya yang telah dilakukan Dr. A.H. Colijn
di tahun 1936 sampai 1937 bersama geolog Dr. J.J Dozy yang menemukan kandungan
bijih-bijih mineral di salah satu puncak Nemangkawi, Yelsegel Ongopsel, yang
kemudian mereka sebut sebagai Gunung Bijih, Eastberg.
Dalam rombongan
ekspedisi itu terdapat sembilan belas orang pegawai pemerintah kolonial
Belanda, polisi, porter, dan penerjemah. Salah seorang dari mereka adalah Moses
Kilangin Tenbak, seorang guru SD Kampung Amkayagama, Lembah Tsinga hilir. Moses
Kilangin adalah seorang putra suku bangsa Amungme. Pemilik hak ulayat (ulayat =
tanah adat, ed.) atas tanah Amungsa, Pegunungan Nemangkawi, Cantensz.
Amungsa merupakan
wilayah yang ditempati suku bangsa Amungme yang meliputi puncak-puncak
Pegunungan Nemangkawi yang tinggi (Cartensz), lembah-lembah yang subur, seperti
Tsinga, Noemba dan Waa, serta sungai-sungai yang membelah pegunungan dari barat
ke timur dan dari utara ke selatan. Salah satu puncak Nemangkawi adalah Yelsegel
Ongopsel (Eastberg), yang dalam bahasa Amungme berarti “gunung yang berkilauan
laksana bulu burung Cenderawasih hitam”.
Menurut Arnold
Mamperior dalam bukunya Amungme Manusia Utama Dari Nemangkawi Pegunungan
Cartensz, Gunung Yelsegel Ogopsegel adalah wilayah keramat—tempat asal mula
leluhur suku Amungme—dan sebagai tempat beristirahatnya burung Yelki dan
Ongopki yang dipuja keret-ndartem (klan) Narkime dan Magal. Gunung yang
puncaknya 130 meter dari permukaan tanah dan kedalamannya dua kali lipat ke
dalam perut bumi ini, sudah lenyap dikeruk oleh Freeport dan kini yang tersisa
adalah ceruk, sumur raksasa, yang airnya berasal dari curah hujan.
Perusahaan tambang
Freeport milik Amerika yang berporasi sejak tahun 1973 menandatangi kontrak
karya dengan rezim Orde Baru Soeharto untuk menambang bijih-bijih tembaga di
wilayah Nemangkawi, gunung Yelsegel Ogopsegel, Eastberg. Tahun 1991 kontrak
karya ini diperbaharui, berlaku hingga 30 tahun (sampai 2041), dengan klaim
bahwa geolog Freeport baru menemukan emas di Gunung Tenogama/Enagasin,
Grassberg tahun 1988 dengan kandungan emas terbesar di dunia dan tembaga
menempati urutan nomer ketiga.
Menurut Memperior,
Amungme berarti Manusia Pertama, Manusia Sejati, atau Manusia Sesungguhnya.
(Amung berarti Pertama, Utama, Sejati, Sesungguhnya; dan Me berarti Manusia,
Orang). Suku Manusia Utama ini memberi nama Nemangkawi kepada pegunungan yang
bersalju ini sejak jaman leluhur mereka. Sebagai suku pegunungan, suku Amungme
memiliki hubungan yang tak terpisahkan dengan alam dalam istilah mereka Te Aro
Newek Lak-o, yang berarti: Alam adalah Aku. Sungai, lembah, dan pegunungan
adalah tubuh ibu atau mama suku Amungme.
Para peneliti Eropa
menamainya Pegunungan Nemangkawi dengan sebutan Cartensz. Soekarno memberi nama
Puncak Soekarno ketika terbang di atas Pegunungan Nemangkawi pada 5 Mei 1963
dalam perjalanan menuju Biak ke Merauke dan sebelumnya Soekarno sudah mengganti
nama Hollandia (Kota Baru) menjadi Soekarnopura. Pada zaman rezim Orde Baru,
Soeharto mengganti namanya menjadi Puncak Jaya dan Soekarnopura menjadi
Jayapura.
Selang beberapa bulan
setelah Kudeta Militer tahun 1965, Freeport Mc Moran mulai menjajaki
kemungkinan investasi untuk mengeksploitasi Pegunungan Nemangkawi, Cartensz.
Pada 3 Maret 1973, Soeharto meresmikan beroperasinya penambangan Freeport tanpa
meminta persetujuan dari masyakakat adat Amungme, pemilik sah tanah ulat di
Pegunungan Nemangkawi. Dengan kepemilikan saham terbesar jatuh kepada: Freeport
Mc Moran sebesar 67,3 persen, PT Indocopper Investama 9,3 persen, join venture
dengan Rio Tinto Group 13 persen, dan pemerintah Indonesia 9,3 persen. Dalam
laporan yang dirilis di mining-technology.com, pada 2006 Freeport memproduksi
610. 800 ton tembaga, 58.474,392 gram emas, dan 174.458.971 gram perak.
Salah seorang komisaris
pemegang saham di perusahaan tambang raksasa ini adalah Henry Kissinger,
Sekretaris Negara Amerika Serikat ke-56 dari tahun 1973 sampai 1977 dan pernah
menjabat sebagai Pembantu Penasehat Keamanan Nasional untuk presiden dari tahun
1969 sampai 1975. Henry Kissinger adalah seorang diplomat ulung yang
disebut-sebut beberapa pakar terlibat dalam penggulingan pemerintahan Soekarno
dan secara aktif turut serta dalam membasmi gerakan komunis di Asia.
Badan Pusat Statistik
Kabupaten Mimika mencatat jumlah penduduk terus bertambah setiap tahunnya. Pada
2007 tercatat 171.000 orang lebih. Jumlah suku-suku asli adalah 30.000. Dari
jumlah tersebut suku Amungme dan Kamoro adalah yang terbesar dari 5 suku
lainnya. Dari keseluruhan jumlah suku-suku asli di wilayah Mimika, diperkirakan
hanya 10.000 yang lulus dari pandidikan Sekolah Dasar. Artinya, lebih dari
separuh lebih suku-suku asli ini adalah buta huruf. Sementara itu, hingga 2008,
jumlah pekerja di pertambangan Freeport lebih dari 19.000 ribu jiwa.
Selain persoalan
pendatang yang menyebabkan suku-suku asli ini semakin terdesak kepinggiran dan
menimbulkan kecemburuan sosial, pesoalan lainnya adalah penularan HIV dan AIDS.
Provinsi Papua menempati urutan teratas dalam penularan HIV dan AIDS di
Indonesia dan Kabupaten Mimika adalah yang tingkat penularannya paling tinggi
di seluruh wilayah Papua.
Berdasarkan survey HIV
dan AIDS tahun 2006 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan WHO,
prevelensi HIV di Papua sebesar 2,4 persen. Ini berarti penderita HIV di Mimika
lebih dari 3.000 orang dan 50 persen menyebar di masyarakat 7 suku (Amungme 23
persen, Mee/Ekari 17 persen, dan Dani 17 pesen). Pada priode Agustus 2008, KPAD
(Komisi Penanggulangan Aids Daerah) Mimika menemukan kasus HIV dan AIDS di
Mimika meningkat tajam, mencapai 1.300 kasus dan telah merenggut nyawa 86
orang. Yang terdiri dari kasus HIV sebanyak 1.283 dan AIDS sebanyak 199 yang
menyebar melalui hubungan seksual sebanyak 1.284 kasus, dari ibu ke anak 29
kasus, homoseksual 1 kasus, tranfusi darah 1 kasus, dan tidak diketahu
identitasnya 7 kasus.
Pengelolaan dana
“bantuan sosial” dan 1 persen pendapatan kotor Freeport yang merupakan konsesi
atas tanah ulayat Amungme dan Kamoro juga menimbulkan berbagai masalah di tahun
1990-an. Tidak ada bentuk nyata bahwa suku pedalaman ini telah merasakan hasil
dari dana-dana tersebut dengan peningkatan kualitas hidup mereka. Di Banti,
misalnya, sebagai salah satu pusat pemukiman suku Amungme, dengan kekayaan alam
gunung emas yang terbesar di dunia, banyak anak-anak yang pendidikannya
terlantar. Penduduknya tinggal dalam honey-honey (rumah tradisional) yang tidak
hiegenis, berbentuk bulat di dalamnya pengap tanpa cahaya matahari yang cukup:
tempat bersarangnya berbagai macam jenis penyakit, seperti TBC dan penyakit menular
lainnya.
Penyaluran dana ini pun
awalnya cukup aneh. Dana itu dibagi-bagikan melalui tetua-tetua adat kepada
masyarakat melalui lembaga-lembaga yang mengklaim sebagai lembaga adat. Menurut
pengakuan penduduk setempat, per tiga bulan ada yang mendapat sampai 20 juta
setiap keluarga. Dalam masyarakat yang pola hidupnya masih meramu dan berburu,
sisa-sisa dari kebudayaan zaman batu, mau diapakan dana dalam jumlah yang
sangat besar itu? Umumnya, setelah mendapatkan dana tersebut, mereka membeli
berbagai kebutuhan pokok, melakukan pesta, dan tak jarang para laki-laki turun
ke Timika untuk mengunjungi tempat-tempat prostitusi dan mabuk-mabukan.
Pergeseran-pergeseran
nilai-nilai adat yang kini mengalami kemerosotan dalam masyarakat adat Amungme
tidak lepas dari masuknya berbagai pengaruh asing. Ketika gereja dan negara
datang menggantikan lembaga dan hukum-hukum adat, secara perlahan berbagai
kearifan yang diwariskan leluhur Amungme mulai ditinggalkan. Sementara itu,
nilai-nilai negatif terus dipertahankan, misalnya dijabarkannya konflik suku
menjadi konflik modern yang melibatkan berbagai kepentingan elit-elit pusat dan
lokal: orang-orang yang paling diuntungkan dengan hadirnya Freeport di Bumi
Amungsa!
Ketika kita berbicara
mengenai kepentingan modal, bagi suku Amungme, negara hadir dalam bentuk yang
sangat represif, menindas dan mengintimidasi. Misalnya, ketika masyarakat adat
mempertanyakan hak-hak mereka atas tanah, air dan gunung-gunung yang dulu
merupakan asal-usul leluhur bangsa Amungme, mereka malah dicap separatis,
pendukung Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Tanah seharusnya dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan tetapi orang kaya kemudian lebih memilih menanamnya dengan bangunan-bangunan pencakar langit dari dompet mereka.
mungkin ini merupakan akumulasi dari kemalasan dan kerakusan mereka yang merebut tenaga dan semangat dari mereka yang lainnya.
kebutuhan adalah sumber kehidupan yang letaknya ada pada setiap HATI manusia
10 juni 2012
duduk dibangku bus paling belakang surabaya-malang
keinginan adalah sumber penderitaan yang letaknya ada dipikiran, tetapi entah mengapa setiap insan berlomba-lomba ingin memenuhi pikirannya dengan berbagai keinginan, maksud saya pengetahuan.
hmm mungkin bisa saja sebagai jalan dalam pencarian jawaban atas segalanya, tapi bukankah semakin banyak pengetahuna yang dimiliki seseorang, semakin banyak pula keinginan yang inginkan ? dan tentunya itu belum #dantakakan pernah terpenuhi.
bukankah inti dari pengetahuan untuk memanusiakan manusia (humanisasi) ?
lantas mengapa ia berubah menjadi sosok yang begitu menakjubkan dan cenderung akan menjadi candu. setiap insan berlomba-lomba untuk memenuhi pikiran mereka dengan pengetahuan (tanpa rasa munafik, penulis merupakan bagian dari hal tersebut) dan pengetahuan akan mendorongnya untuk menginginkan apa yang hadir dalam pikirannya, sebut saja sebagai penderitaan, atau mungkin sebut saja pikiran, humanisasi yang sesungguhnya hanyalah sumber penderitaan yang dicintai khalayak.
Smart box,
mungkin seperti itu julukan dari saya buat benda yang satu ini. Bagi sebagian orang mungkin dia
adalah jawaban atas segala pertanyaan ini, jawaban atas segala ke’instant’an masa kini atau bahkan jelmaan
tuhan yang membuat segalanya menjadi
mudah dan efektif untuk diselesaikan. Selamat tinggal dunia kemalasan, selamat
tinggal waktu yang telah banyak terbuang semua segera
akan menjadi lebih baik.
Saya mengenal benda tersebut saat saya masih duduk
dikelas I SMP pada tahun 2001. Saya bersekolah di SMP Negeri 4
Makassar. Mata pelajaran teknologi informasi
tepatnya yang memperkenalkan saya dengan benda tersebut, DOS Operating System itu yang pertama kali disebut guru pelajaran ini. Selanjutnya kami, para murid, diharuskan membeli satu disket kecil dan satu disket
besar yang katanya berguna untuk
menyimpan data.
Saya menyampaikan hal ini
kepada orangtua saya agar segera memenuhi permintaan guru saya. Ayah saya pun
membelikan saya disket kecil.Tapi ia juga mengatakan
bahwa disket
besar sudah tidak diproduksi lagi. Serentak saya pun merasa, apakah ini bentuk
keterbelakangan saya atau perkembangan dunia yang memang cepat. Apapun itu saya
tidak perlu.Yang terpenting pada masa itu saya masih dan harus tetap
bermain dengan teman-teman disekitar saya.
Singkat
cerita, pertama kali saya memiliki benda tersebut yakni ketika memasuki bangku
sekolah menengah atas.Itu pun bukan karena asas kebutuhan, melainkan pengaruh lingkungan sekitar
dan takut tertinggal dengan teman-teman saya (mungkin lebih tepatnya hanya
karena gengsi dan enggan dikatakan gaptek [gagap teknologi]). Untuk itu, orangtua saya harus menjual sepetak sawah miliknya di
kampungnya, Palopo, sekitar 300 kilometer utara Makassar. Harapannya agar benda
ini bisa membantu proses belajar saya. Namun tentu saja benda ini bukan tujuan
kepemilikan untuk saya sendiri, tapi saya pakai berdua dengan kakak saya.
Fungsi lainnya, benda itu furniture tambahan di dalam rumah.
Kehidupan saya
pun berubah drastis sesaat setelah hadirnya
benda tersebut. Budaya konsumerisme semakin melekat dengan saya. Saya hanya
memikirkan bagaimana cara mempercantik atau pun memperbagus benda tersebut, baik secara isi maupun penampilannya.
Waktu saya banyak terbuang dihadapan benda tersebut.Bukan untuk
sesuatu yang lebih berguna melainkan hanya untuk memutar lagu, bermain game, menonton dan mengoleksi film biru (hal yang wajar untuk usia saya pada
waktu itu), dan terkadang
juga untuk mengetik tugas manakala guru mengharuskan menggunakan benda tersebut.
Banyak hal yg
tanpa saya sadari berubah secara drastis. Saya tak pernah lagi keluar rumah untuk bermain
dengan teman-teman saya.Saya hanya memikirkan bagaimana cara secepat mungkin untuk
bertemu dengan benda tersebut.Bahkan sering
saya harus berlomba pulang sampai kerumah dengan kakak saya hanya untuk bertemu dengan benda ini. Dan konsekuensinya, yang kalah (karena terlambat pulang) harus mengantri sampai
yang menang (si cepat pulang) puas bertemu dengan benda
tersebut. Aneh kan!
Melangkah jauh
kedepan,
belakangan ini saya baru menyadari akan apa yg telah terjadi dikehidupan sayatentunya
sangat mengkhawatirkan akibat dari benda ini. Bayangkan saja jika dulu ketika saya
masih kecil dulusegala bentuk
permainan tak akan nikmat jika tak dilakukan bersama. Dalam setahun dulu ada
berbagai musim, seperti musim layangan, kelereng, wayang, bola gebo, permainan
karet, main bom, petak umpetbahkan sampai musim sepedaterasa aneh jika dilakukan sendiri.
Dalam setiap permainan tersebut kita diajarkan untuk kekompakan, kebersamaan, rasa memiliki,
berkompetisi, dan
sebagainya.
Namun seiring
perkembangan yang diciptakan komputer, permainan rakyat diatas tak lagi populer bahkan terancam
punah (ini merupakan bagian dari budaya).Segala
sesuatunya harus dilakukan sendirian dengan jarak yang jauh. Sebut saja jaringan sosial yang marak sekarang ini, ia takkan
nikmat jika memainkannya secara bergerombol dalam suatu ruang meskipun
masing-masing personal memiliki benda tersebut.
Apatis?Mungkin itu yang akan terjadi jika dilakukan bersama. Kita
tak perlu saling bertatap muka dan salaman lagi jika hendak berkenalan ataupun
mengucapkan sesuatu (ucapan selamat sampai permohonan maaf).
Apakah ini
merupakan suatu kemajuan atau kemunduran?
Bayangkan saja
jika dalam sepuluh atau duapuluh tahun kedepan orang-orang yang tumbuh dewasa bukan lagi dari
orang-orang yang hidup di zaman sebelum
hadirnya komputer. Mungkin tepat juga kata Marcos, perang dunia keempat tengah berlangsung
dengan cara yang berbeda. Anda tidak perlu menghancurkan manusianya, cukup
menghancurkan sisi kemanusiaannya.
4 Mei 2012
Menggunakan benda tersebut, KOMPUTER (Nb: tulisan ini juga dipublikasikan di http://tanahindie.net/?p=421 dalam rangka penelitian perkembangan sosial budaya makassar menggunakan "kendaraan" komputer)