life is a big joke

Jangan biarkan ide muw usang dimakan waktu, tuangkanlah dalam goresan tinta keabadian.....

Surat Kecil Untuk Tuan

Senin, 30 Juli 2012


Ketika kebijakan bersumber dari kepentingan pribadi, akan dibawah kemana kami ?
Hari ini suasana jalan dikota tempatku bermukim sama seperti biasanya, padat, pengap dan rentetan suara klakson kendaraan bermotor silih berganti. Pagi itu suasana cukup bersahabat, matahari lagi semangat-semangatnya memancarkan sinarnya untuk mengalahkan semangat manusia yang hendak beraktivitas. Perlahan ku langkahkan kakiku menuju pagar rumah, ada segenap aktivitas pagi yg ingin ku realisasikan.
Hari itu aku telah berjanji akan mengunjungi temanku, rumahnya disekitaran salemba. Berbekal janji itu lah aku mantap melangkah…
Seperti biasanya, hal-hal yang berarti kadang terjadi diwaktu yg tak terjamahkan oleh pikiran…
Busway, kendaraan umum inilah yg cukup akrab bagi orang sepertiku dan khalayak. Menuju arah senen merupakan tujuan pertamaku. Berdesak-desakan menunggu kedatangan busway merupakan suatu hal yg lumrah, selain itu kondisi jalan yang padat bak sepasang daun dan pohonnya, yang akan terasa aneh jika tak beriringan. Matahari pun mantap menyinarinya. Namun dengan hadirnya pendingin ruangan di kendaraan tersebut membuatku sejenak mengabaikannya.
Setiba dihalte senen, aku pikiranku sempat berkecamuk. Apakah aku melanjutkan perjalanan kerumah temanku dengan menyambung busway lagi dihalte sebelah, ataukah melanjutkannya dengan kendaraan umum yang lainnya, sebut saja bajaj atau mikrolet. Akhirnya langkah ku pun mantap memilih mikrolet. Pilihan tersebut bukan tanpa alasan, alasan pertama dan utama yakni aku teringat perkataan teman ku, namanya gilang namun kadang disebut ramos “raul lemos”, “terkadang dengan menggunakan kendaraan umum kita dapat menemukan jawaban atas permasalahan atau beban pikiran kita”. Menurutku hal ini cukup masuk akal, ketimbang menggunakan pribadi namun pikiran kita fokus pada jalanan, akan jauh lebih baik jika pikiran kita dipergunakan untuk yang lainnya. Alasan kedua, tentunya lebih efektif. Ketimbang harus mengantri lagi dan menunggu kedatangan busway.
Dengan bantuan lampu merah, aku pun mantap menyeberangi jalan. Sekedar informasi saja kendaraan disini begitu liar, hanya lampu merah, macet dan kecelakaan saja yang bisa menghentikannya. Hari itu aku menggunakan mikrolet dengan nomor ??? (lupa kodenya), ketika aku naik tampak sudah ada beberapa orang didalam mikrolet tersebut. Dua diantaranya merupakan wanita yang umurnya sudah mulai uzur. Ku putuskan untuk duduk dibangku paling belakang, pertimbangannya karena aku ingin dekat jendela dan duduk disamping ibu-ibu tentunya bisa jauh lebih aman dari penodongan.
Pada saat-saat dimikrolet inilah kemudian aku mendapatkan sebuah pengalaman, kisah yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Waktu itu (yang masih teringat), telepon seluler dari salah satu wanita yang saya maksud diatas bordering, wanita tersebut mengangkatnya dan kemudian berbicara tidak begitu lama lalu memberikannya ke wanita yang satunya. Dari dialegnya, aku yakin dia bukan penduduk asli disini (jawa), dalam hematku dia pasti tidak jauh-jauh dari aku (kampung halamanku, Sulawesi). Ia berbicara begitu cempreng dan menggunakan bahasa daerahnya. Yang aku dapatkan dari pembicaraan ia sedang marah, marah akan kondisi, nasib dan tuannya.
Berdasarkan percakapan yang kudengar, semua berasal dari seorang anak. Mungkin anaknya, keponakannya ataupun keluarganya. Nama anak itu silfa,sifa atau ifa (saya tidak mengingat pastinya). Saya memastikan kalau anak itu sekarang masih duduk dibangku sekolah menengah (SMA), kesimpulan ini kudapat karena dalam percakapan tersebut anak itu hendak melanjutkan sekolahnya keperguruan tinggi.

Dalam percakapan tersebut, sang anak mengutarakan keinginan, harapan atau cita-citanya kesalah satu keluarganya yang kemudian keluarganya tersebut meneruskannya ke wanita yang ditelepon tadi. Ia (anak itu) mengatakan bahwasanya ia berkeinginan untuk melanjutkan sekolahnya dibidang kedokteran (cita-cita pasaran untuk anak Indonesia), namun hal ini kemudian ditanggapi negatif oleh wanita tersebut.
“kalau bermimpi jangan tinggi-tinggi dan sadar diri. Kita ini bukan siapa-siapa, bahkan sampai kau menjual seluruh harta benda orang tuamu belum tentu kau bisa masuk jurusan kedokteran”, ujar sang wanita
“kalau begitu dokter gigi saja, kata anak tersebut” yang kemudian disampaikan oleh sang penelpon (saya tidak mengetahui jenis kelamin si penelpon)
“dokter gigi sama saja, sama-sama ada dokter didepannya” celetuk sang wanita itu
“yah kalo begitu jurusan apa saja, yang penting berhubungan dengan kesehatan ” sambung si penelpon menyampaikan keluhan anak tersebut
“ yah sudah masukkan saja dia disekolah kesehatan, tidak usah dimasukkan keuniversitas. Dapat uang dari mana. Sekarang pintar mahal, bisa sekolah sampai SMA saja itu sudah syukur” jawab si wanita
“ie ie” jawab si penelpon
Kemudian telepon pun berakhir (percakapan menggunakan bahasa bugis dan telepon ibu tersebut kayaknya diloudspeaker karena terdengar nyaring ditelingaku).

Pasca mendengar percakapan telepon tersebut aku sempat berpikir dan tanpa sadar gank rumah temanku sudah lewat. Aku pun turun dari mikrolet dan menyebrang jalan sambil berfikir keras apa yag baru saja ku dengar.
Pintar untuk si kaya, bodoh untuk si miskin. Apakah kondisi kemiskinan merupakan faktor utama penghalang orang untuk mencapai harapannya ? atau hanya anak tersebut saja yang malas dan menjadikan kemiskinan sebagai kambing hitam ? aku kacau dalam beberapa saat. Semua buku yang pernah ku baca dan pengalaman yg pernah ku dapat, ku bongkar satu persatu dalam pikiranku. Aku hendak mencari jawabannya.
Kapitalisasi pendidikan, arogansi pendidikan, pendidikan pilih kasih, kebobrokan system dan manusianya, omong kosong para orator politik dan lain sebagainya berkecamuk dipikiranku. Aku kacau, sebagai orang yang berpendidikan aku tak tahu harus menjawab apa. Aku tak punya kuasa dan materi untuk menjawabnya. Sebagai orang berpendidikan harusnya aku bisa menjawab percakapan tadi tak mungkin mencari-cari dan melempar kesalahan.
Aku kacau !
Pesanku bagi teman-teman yang membaca ini, tolong sampaikan ini kepihak yg mempunyai wewenang untuk menjawabnya atau pihak yang bisa menyelesaikannya. Entah itu birokrasi yang berpakaian rapi, dosen yang lebih senang mengerjakan proyek ketimbang mengajar, rektor yang senang keluar kota maupun negeri serta katanya menghadiri pertemuan studi banding, atau konglomerat bermuka baik berhati jahat. Oh ia satu lagi, mahasiswa yg berpaham “kecualisme”, mahasiswa yg jika sesuatu hal yg bersebrangan dengan pikiran dan nafsunya maka itu adalah sebuah kesalahan dan harus dilawan tapi jika sesuatu hal tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh bagi dirinya meskipun hal tersebut SALAH SAMA SEKALI maka itu adalah sebuah PENGECUALIAN titik
Mungkin tepat juga semoboyan dinegeri ini, "pemuda adalah harapan bangsa". pemuda yang orang tuanya memiliki pengaruh dan harta yang berlimpah.

"Semoga hari dimana orang-orang saling mengerti akan tiba"

Maret 2012
Aku kacau !

0 komentar:

Posting Komentar

 

Lorem

Ipsum

Dolor