Hari ini tepat 2 mei 2012, dimana bagi sebagian orang hari
ini dinamakan sebagai hari pendidikan nasional. Entah istilah itu kapan dan
datang dari mana, aku tak berniat untuk mengetahuinya. Yah karena itu hanyalah
simbolisasi semu yang lebih bersifat materialistik.
Seperti biasanya bangun disiang hari, berharap dunia
disekitarku akan jauh lebih baik sesaat setelah aku terlelap dari mimpi
indahku. Yah aku tidur bukan karena rasa kantuk yang menyelimuti, tapi hanya
karena sejenak ingin meninggalkan dunia antah berantah ini menuju dunia yg
kubangun sendiri dalam lelapku.
Cuci muka, mandi (kalau perlu) dan melakukan aktivitas
sehari-hari merupakan sebuah kerutinan bagi mereka yg hingga kini masih disebut
manusia, begitu pula aku. Nothing about ordinary, semua begitu biasa saja
seperti hari kemarin, mungkin sebagian orang hari ini adalah sebuah hari yang
patut dirayakan. Maksud saya digembor-gemborkan dengan cara pribadi
masing-masing, yah sebut saja dengan corat-coret kata manis diberbagai media
sosial yang sebenarnya itu hanyalah semu belaka dan saya yakin keesokan harinya
semua itu akan hilang dengan sendirinya seiring pergantian tanggal.
Bagi sebagian orang sekarang mungkin masih tanggal tua, -yah
berhubung kita bukan pegawai negeri yg upahnya selalu tepat pada waktunya
meskipun kerjanya kadang-kadang bahkan sering kali tidak pernah tepat-, jadi
wajar saja ngutang diberbagai warung makan aalah sebuah hal yang lumrah. Kali
ini pun aku hendak melakukan itu. Berjalan dengan segenggam kotak rokok dan
sebuah Hp memantapkan langkahku ke warung kopi.
“Pakde’ kopi hitamnya satu agak pahit yah, biasa ngutang
dulu” ujar ku.
“Sippp”, jawab pakde tanpa bertanya apapun.
“Semua berjalan
begitu saja, bahkan aku tak menyangka saat-saat seperti ini aku mendapatkan
pelajaran hidup lagi”
Sesaat setelah kopi ku disajikan
mantap dihadapanku, percakapan (pelajaran) ini pun mulai berlangsung. Awalnya
hanya basa-basi menanyakan kabar, kesibukan apa hari ini hingga aku menanyakan
“pakde anaknya udah pada gede’ yah ?”
“anak saya lagi dipondok,
sebentar lagi dia akan lulus. Aku sangat bangga dengannya” jawab pakde’
Dia anak tertua saya, adiknya
yang satu lagi masih di sekolah dasar, tepatnya dikelas lima. Yahh walaupun
sudah tua, saya masih berharap agar dapat menyekolahkan mereka sampai jenjang
tertinggi (mungkin maksudnya sampai sarjana), lanjutnya.
Aku pun terdiam, tak tahu ingin
berkata apa. Melihat usianya yang sudah mulai uzur (terlihat dengan rambutnya
yang sudah memutih semua) saya salut dengan semangat dan harapan yang ia
miliki. Ia kemudian melanjutkan ceritanya bahwa tempat kursus disamping warung
kopi ini merupakan miliknya, hal ini membuatku semakin terdiam. Bukan tanpa alasan,
melihat warungkopi tersebut yang hanya beralaskan tanah, berdindingkan bambu rotan
(saya tak tahu padanan kata yang tepat untuk menggambarkannya) dan beratapkan
jerami sangat kontras dengan tempat kursus tersebut yang beralaskan tehel putih
mengkilap, berdindingkan tembok dan beratapkan genteng merah. Ia bisa saja
memlih tinggal dirumah tembok tersebut namun ia lebih memilih tinggal dan tidur
di warung kopi tersebut dengan alasan pendidikan jauh lebih utama maka ia lebih
memilih tempat yg ia tempati sekarang. Ia berpesan apalah arti sebuah ke"mewah"an
jika kau sendiri tak "mewah". Apalah arti akan kepemilikan. Yang penting ‘isi’
kegunaannya bukan siapa yg meng’isi’nya. Mungkin aku tak dapat menjabarkan
secara jelas maksud perkataan tulisan diatas, tapi setidaknya aku dapat
memahaminya.
Jika Kau ingin membunuhku, bunuh semangatku terlebih dahulu
2 mei 2012
Selamat hari pendidikan
0 komentar:
Posting Komentar