life is a big joke

Jangan biarkan ide muw usang dimakan waktu, tuangkanlah dalam goresan tinta keabadian.....

Refleksi Krisis Ukraina terhadap Kesatuan NKRI

Jumat, 14 Maret 2014



Krisis Ukraina diawali dengan batalnya penandatangan kerjasama Asosiasi perdagangan politik dan ekonomi dengan Uni Eropa oleh presiden Viktor Yanukovych pada November 2013. Pembatalan ini kemudian berbuntut panjang yang pada akhirnya berujung penggulingan presiden.
Permasalahan ini kian meruncing ketika presiden yang digulingkan meminta bantuan perlindungan militer kepada Rusia yang dipaparkan diwilayah Rostov Maret 2014. Selain itu disalah satu wilayah Ukraina, Crimea, juga terdapat warga negara yang masih menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasa sehari-hari dan pro terhadap Rusia.

Arti penting Crimea (Ukraina) bagi Rusia sama dengan Kanada bagi Amerika Serikat. Jika Crimea lepas maka Rusia tidak akanlagi memiliki pangkalan militer di kawasan Eropa, khususnya untuk membendung daya jangkau alutista NATO. Dalam Sejarahnya #pula pada abad ke -9, Kiev merupakan pusat perpolitikan sekaligus ibukota dari bangsa Slavia, Древнерусского Государства, Киевская Русь.

Terlepas dari semua itu, Mengapa ekskalasi "konflik" tersebut sangat cepat "bertransmigrasi" dari isu internal ke isu global, hanya dalam hitungan hari ? Ataukah "konflik" ini merupakan cikal bakal Perang Pelopennisa, Archidamia, (431-404 SM) versi abad XXI (memang masih terlalu dini) yang merupakan usus buntu dari perseturuan Athena dan Sparta. Perseteruan Klasik AS-Rusia diibaratkan sebagai dua pihak diatas dan Bangsa Melos sebagai Ukraina abad XXI.

Jika menggunakan simulasi Perang Peloponnesia yang dibagi menjadi 3 fase yaitu Perang Archidamian, Perang Sisilia dan Perang Ionia (Decelean). Maka kita akan menunggu kelanjutan Perang dingin kedalam dua bagian lagi. Dimana pada akhirnya Bangsa Athena tidak akan pernah lagi mendapatkan kemakmuran.

Kepentingan Indonesia

Secara garis besar, tak ada kepentingan Indonesia terkait permasalahan tersebut. Hal tersebut mengingat akar konfliknya yang merupakan perseteruan yang memperebutkan wilayah. Baik itu nantinya akan menjadi otoritas Uni Eropa atau tetap menjadi kesatuan Rusia (baik itu keseluruhan wilayah Ukraina ataupun cuma Crimea)

Hal yang ingin saya garis bawahi bahwa dengan dasar Kebijakan Polugri Indonesia, Bebas dan aktif, hal ini kemudian menguntungkan bagi indonesia. Kita dapat melihat pengalaman perang dingin khususnya pada masa awal kemerdekaan. Namun yang perlu dicatat bahwa posisi ini berlaku manakala dalam kondisi negative peace dan akan berbanding terbaik manakala terjadi kontak senjata antar kedua belah pihak.

Bisa saja dengan "Bebas dan Aktif" akan menjadi boomerang bagi Indonesia. dalam artian kita dapat menjadi the next of bangsa melos, dimana kenetralan itu diartikan sebagai sebuah hal yang negatif dari pihak yang berseteru.

Disisi lain, krisis Ukraina kini harusnya dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi Indonesia (meskipun seharusnya kita dapat belajar dari sejarah sendiri). Hal ini bertolak dari keadaan Ukraina yang kocar-kacir akibat dari banyaknya pihak yang mengglobalkan isu ini #ikutcampur (AS, Nato dan Rusia)

Dari beberapa artikel yang saya baca dikatakan bahwa sebenarnya rakyat Ukraina tidak bermaksud untuk bergabung kedalam Uni Eropa. Mereka hanya meminta hak kebebasan sebagai warga negara layaknya kebebasan yang dimiliki sistem demokrasi. Singkatnya, hal ini kemudian kian kisruh dgn  iming-iming warga negara Uni Eropa yang terkesan wah, khususnya bagi muda mudi.

Jika Ukraina berpaling ke Uni Eropa maka negara tersebut akan gagal bayar dan satu-satunya jalan meminta pinjaman utang dari World Bank yang sama saja dengan menggali "kuburan" mereka sendiri, Ukraina. Dalam kajian strategis tentunya ini akan menguntungkan NATO dan USA dalam mengepung Rusia, dikarenakan sebelumnya Rudal mereka (entah apa namanya) telah terpasang di Republik Ceko yang diarahkan ke timur. Tentunya dengan bergabungnya Ukraina potensi untuk penempatan dan pemindahan rudal tersebut besar. Atas nama keamanan kawasan di Perbatasan.

Pada pihak lain, Rusia akan "merugi" dengan posisi ini. Pangkalan militer Rusia (diluar dari teritori negaranya) hanya terdapat di Crimea dan Suriah (nasibnya kini tak jelas). Oleh karena itu Rusia dalam penyelesaian krisis ini (non traditional issue) menggunakan traditional approach.

Kesatuan NKRI

Indonesia harusnya dapat belajar khususnya dalam mengamankan wilayahnya. Berkaca pada sejarah timur timor yang dapat lepas akibat dari pengaruh dan kongkalikong barat, dalam hal ini Australia. Pada saat itu pemerintah Australia berjanji akan membantu mereka, khususnya dalam hal pembangunan, jika mereka merdeka dari Indonesia. Namun hal ini tidak sesuai adanya dewasa ini. Timur Timor hakekatnya merupakan wilayah yang cukup strategis bagi australia, mengingat dalam buku putih pertahanan australia bahwasanya ancaman akan selalu datang dari utara, dalam hal ini China. Dengan Kebijakan Polugri, tentunya Australia tidak ingin berjudi dan lebih memilih menjadikan timur timor sebagai "benteng terakhir" mereka. Selain itu di kawasan Asia Pasifik, Australia merupakan anomali dari negara2 Asia (tenggara dan timur).

Dewasa ini, lagi-lagi kita dihadapkan pada isu keutuhan wilayah. Papua dan Aceh bak hulu dan hilir bangsa indonesia dan sekaligus rawan akan perpecahan. Di Aceh, untuk saat ini kita dapat bernafas lega mengingat perjanjian helsinki  yang telah disepakati.[1] Namun hal ini tentunya tidak akan bertahan lama mengingat ASEAN Free Trade akan segera digulirkan dan Thailand akan mengusulkan membagi wilayahnya menjadi 2 dan akan dibentuk sebuah Telur Tsar sehingga secara geostrategis kapal-kapal dagang Asia  tidak perlu lagi melewati Singapura dan Malaysia. Mereka dapat memotong melalui teluk tersebut dan Aceh merupakan wilayah strategis sebagi tempat berlabuhnya kapal-kapal dagang.

Di Papua, seperti kita ketahui bersama bahwa daerah ini hingga sekarang belum menemukan titik terang permasalahannya. Keinginan untuk melepaskan diri dari Indonesia kian kuat mengingat dari sejarah masuknya Papua ke Indonesia sangat kontroversi meskipun melalui sebuah proses penentuan nasib, self determination, yang difasilitasi oleh PBB. Hal ini menjadi kian kusut mengingat dukungan dari negara-negara pasifik, Vanuatu, Solomon Island etc, untuk kemerdekaan papua. Pada bagian ini tentunya kita belum berbicara sejarah kelam mereka, dimana sejak bergabungnya papua wilayah ini telah dijadikan sebagai wilayah Daerah Operasi Militer, DOM

Perbandingan Peserta PEPERA dan Bukan Peserta PEPERA Tahun 1969
No.  Region / County       Total People          Representatives                   Unrepresentative
1.    Merauke                      144,171                 175 peoples                          143,996 peoples
2.    Jayawijaya                  165,000                 175 peoples                          164,825 peoples
3.    Paniai                           156,000                 175 peoples                          155,825 peoples
4.   Fakfak                           43,187                   75 peoples                             43,112 peoples
5.   Sorong                          75,474                   110 peoples                          75,364 peoples
6.   Manokwari                    49,974                   75 peoples                             49,899 peoples
7.  Teluk Cenderawasih     91,870                   131 peoples                          91,739 peoples
8.   Jayapura                        83,750                   110 peoples                          83,640 peoples
Total Peoples                     809,326                  1026                                     808,300
John Anari. Kegagalan Dekolonisasi dan Ilegal Referendum di Papua Barat. WPLO. 2012. Hal 149

Selain itu dalam mitologi bangsa yahudi, Israel, dituliskan Pembagian 12 wilayah Bumi berdasarkan 12 Suku Israel (Ulangan 32:8-9) dan Bangsa-bangsa dikelompokkan dalam 4 (empat) bagian menurut Penjuru Mata Angin (wahyu 21:12-13), dimana 3 (tiga) suku menjaga pintu Gerbang Utara, 3 (tiga) suku bangsa menjaga pintu Gerbang Selatan, 3 (tiga) suku bangsa menjaga pintu Gerbang Barat dan 3 (tiga) suku bangsa menjaga pintu Gerbang Timur.[2]
Pada saatnya nanti, Tuhan akan datang kedua kalinya melalui gerbang timur, East Golden Gate, sehingga Tuhan menyimpan emas yang berlimpah. Disisi lain,  gerbang tersebut dijaga oleh bangsa Kerda, Indonesia, keturunan Ismail dan akan menyiksa masyarakat digerbang  tersebut. Namun Tuhan menghukum mereka dengan berbagai bencana alam sebagai akibat dari penyiksaan yang mereka lakukan. Indonesia adalah Bangsa Kedar terbesar dunia yang mendiami lebih dari 17.000 pulau di bagian Timur Yerusalem dan Papua adalah sebagai Gerbang Emas Timur sehingga banyak dilimpahkan emas tetapi Papua masih dikuasai oleh Bangsa Kedar (Indonesia). Papua terletak paling Timur dari Bangsa Kedar dan Israel sedangkan wilayah di bagian samudera Pasifik lainnya tidak dikuasai oleh Bangsa Kedar  tetapi dikuasai oleh bangsa keturunan Yakob yaitu Amerika, Perancis, dan Inggris.
Oleh karena itu, Indonesia dalam melihat fenomena dunia internasional harusnya dapat mengambil pelajaran, mengingat sebelumnya bangsa Indonesia telah kehilangan sebagian dari wilayahnya. Tentunya para penampuk kekuasaan harus dapat berhitung dan tidak hanya melulu demi kepentingan golongan. Tentunya ini terlalu dini untuk dibuat sebuah kesimpulan yang sifatnya menggeneralisasi.

Kalau kamu menyayangiku, seharusnya kamu merebutku darinya..


[1] Isi Perjanjian Helsinki RI-GAM,
[2] John Anari. Kegagalan Dekolonisasi dan Ilegal Referendum di Papua Barat. WPLO. 2012. Hal 34

2 komentar:

papanat mengatakan...

jadi teringat diskusi yang terputus...dari krisis ukraina mengalir ke pemilu legislatif 2014 hehehe...
setuju bahwa Indonesia harus belajar dari krisis tersebut dalam kerangka persatuan dan kesatuan NKRI..tapi menurut hemat saya, krisis Ukraina bagaimanapun juga tentu mempunyai dampak terhadap Indonesia secara geopolitik dan ekonomi terlebih dengan pernyataan keberatan Pemerintah RI yang terkesan pro AS dan UE atas bergabungnya Crimea kedalam Federasi Rusia.
Di TV, banyak pakar dan salah satunya adalah penasehat ekonomi presiden George Bush menilai penerapan sanksi terhadap Rusia tidak akan efektif.
Yang menjadi pertanyaan adalah sejauhmana Indonesia mengambil sikap atas penerapan sanksi tersebut?

Dirgasme mengatakan...

dalam beberapa analisis disebutkan bahwa pasca "perebutan crimea" tatanan politik global tidak akan kembali lg seperti sedia kala, pra "perebutan". hal ini diasumsikan dengan sanksi ekonomi yg diberikan serta respon rusia yg memutuskan untuk tidak lagi menggunakan dollar sebagai mata uang perdagangan internasional mereka, dalam hal ini menggunakan rubel.

kejatuhan rubel skr, tentu kita tdk dpt melihatnya sebagai suatu yang negatif bagi rusia. hal ini hanyalah merupakan kebijakan polugri mereka untuk menekan/menjatuhkan mata uang dollar ataupun euro. sebagaimana kita ketahui di eropa barat dan AS investor terbesar mereka berasal dari Rusia dan China. bayangkan saja jika mereka menarik investasinya atau merubah mata uang perdagangan internasional mereka ?
krisis ekonomi didepan mata, jika rubel berada pada posisi "bawah" maka mereka secara berangsur2 akan dapat membalikkan keadaan, dan begitu pula sebaliknya.

terkait indonesia, sekali lagi saya tekankan dgn kebijakan polugri "nya" tentu menjadi nilai plus tersendiri. tentu dgn kondisi yang saya syaratkan diatas. tetapi hal yang ingin saya paparkan bahwa sanya fenomena sosial merupakan fenomena benang kusut yang dapat berkaitan satu sama lain. peristiwa MH370 misalnya, saya menganggapnya sebuah warning bagi negara2 ASEAN bahwa hal yg lbh buruk dapat terjadi jika mereka terus2an menjalin kedekatan atau tidak bersinergi dgn sekutu. analisa ini mungkin dapat dibaca pada postingan saya sebelumnya afirmasi kematian tuhan serta update -an sy ttg MH370.

jika indonesia pada era lbh mengedepankan soft file diplomacy, multytrack. maka sebaiknya, menurut hemat saya, hard power terlebih dahulu kita seimbangkan. dalam artian pertumbuhan ekonomi diimbangi dgn kekuatan militer. jika dianalogikan seorang anak yyg bertumbuh dewasa tentunya membutuhkan instrumen yg lbh bsr untuk menjamin kelangsungannya.

hard power dalam hal ini dapat menentukan bargaining position kita, baik di ASEAN, ASIA ataupun percatturan global. hal ini juga dapat kita jadikan sebagai deterrent atau paling tidak sebagai use of force dalam menanggapi perkembangan dunia internasional.

sehingga menurut saya, kembali ke pemilu, saat ini indonesia butuh sosok yg betul2 paham akan "strategi" baik terhadap isu non tradisional atau pun tradisional. kita membutuhkan sosok yg memiliki warna, yang memiliki identitas. ingat 2015 perubahan akan semakin mencolok. tanpa identitas kita hanya akan menjadi .......

Posting Komentar

 

Lorem

Ipsum

Dolor