life is a big joke

Jangan biarkan ide muw usang dimakan waktu, tuangkanlah dalam goresan tinta keabadian.....

Catatan harian yang berkhianat

Sabtu, 02 April 2011


Aku takkan sepermurah dengan malam kemarin. Malam ini aku masih dapat tersenyum, dan kemarin pun aku masih ingin tertawa….


Menulis menjadi sesuatu yang begitu menakutkan saya beberapa bulan terakhir ini. Berat rasanya untuk mengangkat pulpen dan menuliskan kalimat-kalimat di atasnya. Jika saya melihat layar putih kertas maya Microsoft word, saya seperti berhadapan dengan makhluk yang sangat menakutkan. Ada kadang keinginan untuk membunuhnya, namun aku selalu kalah. Ini menjadi hal yang begitu membingungkan…

Dan malam ini, saya harus menulis. Ini kewajiban, jika ingin terus hidup. Keuangan saya semakin merosot. Sementara dana sokongan dari kampung halaman tak mungkin diharap lagi. Bukan tidak mungkin, namun telah menjadi haram untuk dilakukan.

Ah, senang juiga rasanya kata-kata mengalir lagi dari jari-jariku yang perlahan mulai lancar mengetik huruf-huruf, nyaris sepuluh jari. Kesenangan terbesar saya adalah saya masih punya keberanian untuk membunuh semua ketakutan saya pada menulis.

Saya harus terus, terus untuk menulis. Satu halaman cukup untuk perayaan pertama membunuh ketakutan dan kemalasan saya yang nyaris menahun itu. Bagaimana tidak, berbulan-bulan sudah saya sembunyi dari diri saya sendiri dan mengadakan pembelaan, bahwa saya hanya sibuk belaka. Terlalu banyak pembelaan, justru membuat saya mati rasa dari rasa bersalah. Dan konsekwensi buruknya adalah saya kehilangan produktifitas. Bukan itu saja. Hal ini, jika dibiarkan terus, akan berakibat fatal pada kehilangan kemampuan untuk menulis. Dan saya tak ingin itu. Jujur.

Dan sekarang, saya akan menulis tiga buah tulisan: satu esai ringan, satu cerpen, dan puisi. Saya harus melakukannya.saya harus menulis. Malam ini. Paham, Dir?

Ayo, terus! Terus menulis, Dir! Sebentar lagi, aliran kata-katamu akan segera sampai di ujung halaman. Kamu harus menang. Kamu harus menang. Kamu harus menang.

Kamu harus menulis lagi. Bukitkan pada banyak orang, bahwa kamu tak hanya pandai bicara masalah kepandaian. Kamu harus buktikan, bahwa kini Dirga kembali menulis lagi. Dan Ia adalah seorang yang akan selalu melahirkan tulisan yang bagus. Tulisan yang akan membuat banyak orang tercengang dan ingin banyak belajar padamu. Kamu harus buktikan semua itu. Maka malam ini, kamu harus buktikan janjimu itu. Oke?

Kubilang juga apa. Kamu sebentar lagi tiba di ujung halaman. Mari, Dir, bernyanyi kita bersama menuju ke sana. Aku adalah pemenang, aku adalah pemenang, aku adalah pemenang atas pertempuran melawan kemalasan dalam diriku.

Ingat, Dir. Seperti kalimat terakhirmu pada penutup materi artikel dan prosa beberapa hari lalu, bahwa menulis seperti berenang di kolam. Sebanyak apapun kau belajar teori tentang berenang, jika kau tak menceburkan diri segera ke kolam, bagaimana kau tahu rasa sebenarnya berenang itu? Begitu juga dengan menulis, sebanyak apapun kau melahap teori dan teknik menulis, jika kau tak juga mengangkat penamu dan menuliskan di kertas, atau menggerakkan jari-jarimu di tuts-tuts keyboard komputermu, maka kau tak akan pernah tahu menulis yang sebenarnya.

Mari, dir! Mari, sebentar lagi kita tiba. Beberapa huruf lagi semuanya tuntas. Bagaimana, apakah kamu telah siap merayakan kemenangan kecilmu ini ? hahaha….tertawalah Dir, tertawalah sepuasnya. Meski hanya selembar ini, namun kamu telah membuktikan bahwa kau tak seburuk yang kau bayangkan. Kau bukanlah pengecut yang berlari dari masalah. Kamu menang, Dir ! kamu menang. Kamu telah tiba. Kamu telah tiba. Kamu telah tiba…

Aku datang
Bagaimana, apakah kau akan menyambutku dengan ramah?
Aku datang, dengan membawa kabar: aku sedang bahagia
Tepatnya, belajar menjadi bahagia

Tak sudi aku menjadi pengecut, penakut
Pada apa yang mesti aku perangi: diriku sendiri
Tak sudi aku, sungguh!

Dan aku benar-benar datang
Untuk kesekian kali, tentu bagimu
Dan aku kini datang
Dengan alasan yang berulang: hendak membunuh kemalasan

Kita Tidak Butuh Mood
Salah satu berhala yang banyak dipuja oleh penulis –apalagi penulis fiksi—adalah mood. Mereka bisa menulis dengan baik kalau sedang mood. Sebaliknya mereka akan berhenti menulis kalau lagi nggak ada mood. Lama-lama mereka dikuasai mood. Mereka menulis atau tidak, tergantung kepada mood atawa suasana hati.
Saya tidak tahu sejak kapan penulis sangat tergantung kepada mood. Begitu tergantungnya sampai-sampai mereka percaya mood sangat menentukan lancar tidaknya menulis. Padahal kitalah yang seharusnya menentukan diri kita sendiri. Kalau kita membiasakan diri untuk menulis kapan saja; dalam suasana gaduh atau tenang, dalam suasana penuh semangat atau dingin tak bergairah, kita akan lebih produktif sekaligus melahirkan tulisan yang lebih berbobot. Satu hal yang harus kita pompakan: menulis karena memang ada yang harus kita sampaikan. Kalau mood sedang tidak bersahabat dengan kita, jangan dikasih hati. Tetaplah menulis. Hajar waktu itu sampai berbabak belur.

OK. Tajamkan pena dan ubahlah dunia dengan tulisanmu!!!

ohhh ia, kemarin salah satu yang ku sebut "dia" mengatakan pada kuw bahwa salah satu dari "dia" menyukai tulisan ku. Terima kasih dan salam pena untuk muw...

dan salah satu "dia" lagi mengatakan pada kuw, bahwa hal ygf kuw lakukan sangatlah murah, dengan men-tag kan kepada mereka tulisan-tulisan kuw. bung ini bukan panggung, kata "dia". ok aku menerima saran muw dan takkan mempublikasikan secara sengaja lagi seluruh hasil pena kuw.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

ayooo,, tetep semangaaattttt!!!
peduli setan dengan kata orang... *emangnya di dunia ini kita numpang ma dia?*
tetep semangat,, tetep nulis dir, tetep tag notes2 mu ke ariebae....

Dirgasme mengatakan...

ok ok....
ntar deh klo gitu aku copi ke fb ni tulisan br aku tag ke org2....

ia sih, kmrn jg banyak yg respon sm dgn arie

Unknown mengatakan...

mmm,, gitu donk,, semangaatt__^

Posting Komentar

 

Lorem

Ipsum

Dolor